Hakikat Ilmu Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam
Hakikat Ilmu Dalam
Perspektif Pendidikan Islam
Abstrak
Ilmu pengetahuan merupakan seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.Ilmu bukan sekadar pengetahuan tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah
produk dari istemologepi. Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai
segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Kata Kunci : Ilmu Pengetahuan, Islam
Pendahuluan
Ilmu
pendidikan Islam adalah ilmu yang digunakan dalam proses pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman umat manusia khususnya umat Islam.
Pendidikan
adalah segala upaya , latihan dan sebagainya untuk menumbuh kembangkan segala
potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk
menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang
berbudi luhur.
Sedangkan
pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam
yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba
Alloh sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat.
Sejalan
dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin bertambah
dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan akomodatif terhadap tuntutan
zaman sesuai norma-norma Islam.
Pembahasan
A. Pengertian Hakekat Ilmu Pendidikan Islam
Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang
berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu
ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal.
Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan,
sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu
yang diketahui manusia. Itulah bedanya dengan ilmu, karena ilmu itu sendiri
merupakan pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingga menguasai
pengetahuan tersebut yang menjadi suatu ilmu.
Ilmu pengetahuan merupakan rangkaian kata yang sangat berbeda namun
memiliki kaitan yang sangat kuat. Ilmu dan pengetahuan memang terkadang sulit
dibedakan oleh sebagian orang karena memiliki makna yang berkaitan dan sangat
berhubungan erat. Membicarakan masalah ilmu pengetahuan dan definisinya memang
sebenarnya tidak semudah yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang
ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu
pengetahuan itu.
Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala - gejala tertentu tersebut.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip
oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah:
1. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan
masalah yang sama tabiatnya, maupun itu menurut kedudukannya tampak dari luar,
maupun menurut bangunannya dari dalam.
2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan
ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya
serentak.
3. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan
atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan
istilah yang sederhana.
4. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah
pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi
dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5. Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan
akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang
pada prinsipnya dapat diamati oleh pancaindrea manusia.
6. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia
tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep,
kategori dan hokum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan
pengalaman praktis.
Beberapa definisi ilmu yang dijelaskan para
ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang rasional,
sistematik, konfrehensif, konsisten, dan bersifat umum tentang fakta dari
pengamatan yang telah dilakukan.
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang
854 kali dalam Alqur’an, dan digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan
dan obyek pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu
segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Jadi dalam
batasan ini faktor kejelasan merupakan bagian penting dari ilmu.[1] Menurut al Maraghi ayat
tersebut memberikan isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama serta
menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajirinya di dalam suatu
negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan
kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga
tidak dibiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya
harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.[2] Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh
individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan,
dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu
yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid,
rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk. ilmu
berdasarkan hukumnya sebagai berikut:
1.
Ilmu
Dien, yang terbagi menjadi 2 yaitu
a.
Ilmu
dien yang hukumnya Fardlu ‘Ain (wajib dimiliki oleh setiap orang), yaitu: Ilmu
tentang akidah berupa rukun iman yang enam, dan ibadah, seperti thoharoh,
sholat, shiyam, zakat, dan ibadah wajib lainnya.
b.
Ilmu
dien yang hukumnya Fardlu Kifayah (harus ada sebagian orang islam yang
menguasai, bila tidak ada maka semua kaum muslimin di tempat itu berdosa),
yaitu: ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fara’idh, ilmu bahasa, dan ushul fiqh.
2.
Ilmu
Duniawi, yaitu segala ilmu yang dengan ilmu tersebut tegaklah segala maslahat
dunia dan kehidupan manusia, seperti: ilmu kedokteran, pertanian, ilmu teknik,
perdagangan, militer, dan sebagainya. Menurut ‘ulama, hukum ilmu duniawi adalah
fardlu kifayah.
Pengertian pendidikan Islam,
secara teori berarti memberi makan kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan
kepuasan rohani sesuai ajaran Islam baik melalui lembaga atau sistem kurikuler.
Sedangkan tujuan fungsionalnya adalah potensi dinamis manusia yaitu keyakinan,
ilmu pengetahuan, akhlak dan pengalaman. Sebagai lingkaran proses pendidikan Islam yang akan mengantarkan manusia
sebagai hamba Alloh yang mukmin, muslim, muhsin, dan mushlihin mutaqin. Sedangkan objek pendidikan
Islam adalah menyadarkan manusia sebagai makhluk individu yang diciptakan Tuhan
yang paling sempurna dan lebih mulia dari makhluk lain (QS. As-Shaad: 71-72),
memiliki kedudukan yang lebih tinggi (QS. Al-Isra’: 70). Disamping itu manusia
diberi beban tanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat (QS. Al-Isra’: 15). Sejalan hal itu, menyadarkan
manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan interelasi (QS.
AL-Anbiya’: 92), berinteraksi, gotong-royong dan bersatu (QS. Al-Imran: 103),
bersudara (QS. Al-hujurat: 10), tanpa membedakan berbagai perbedaan baik bahasa
atau warna kulit (QS. Ar-Ruum: 22). Disamping itu juga tidak melupakan bahwa manusia sebagai hamba
Alloh yang diberi fitrah untuk beragama. Sehingga watak dan sikap religiusnya
perlu dikembangkan agar mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya sesuai firman
Alloh dalam surat Al-An’am: 102-103.
B. Hakikat Ilmu Pengetahaun dalam perspektif Pendidikan islam (al-Qur’an dan Hadits
1.
Pentingnya ilmu pengetahuan
Al Qur'an sangat mendorong
dikembangkannya ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat al
Qur'an yang menyuruh manusia agar menggunakan akal pikiran dan segenap potensi
yang dimilikinya untuk memperhatikan segala ciptaan Allah SWT. Dorongan al Qur'an
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tersebut terlihat pula dari banyaknya
ayat al Qur'an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pujian dan kedudukan
yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu serta pahala bagi yang menuntut ilmu.
Sungguhpun banyak temuan
dibidang ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kebenaran ayat-ayat al Qur'an, temuan manusia dalam bidang
ilmu pengetahuan patut dihargai. Namun tidak sepatutnya membawa dirinya menjadi
sombong dibandingkan dengan kebenaran al Qur'an. Temuan manusia tersebut
terbatas dan tidak selamanya benar, sedangkan al Qur'an bersifat mutlak dan
berlaku sepanjang zaman.
Al Qur'an adalah kitab yang
berisi petunjuk termasuk petunjuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu
agar ilmu pengetahuan dikembangkan untuk tujuan peningkatan ibadah, akidah, dan
akhlak yang mulia. Sebagai kitab petunjuk al
Qur'an tidak hanya mendorong manusia agar mengembangkan ilmu pengetahuan,
melainkan juga memberikan dasar bidang dan ruang lingkup ilmu pengetahuan, cara
menemukan dan mengembangkannya, tujuan penggunaanya, serta sifat dari ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Dalam Islam sumber ilmu itu
pada garis besarnya ada dua yaitu ilmu yang bersumber pada wahyu (al Qur'an)
yang menghasikan ilmu naqli, seperti ilmu-ilmu agama ilmu tafsir,
hadis, fikih, tauhid, tasawuf dan sejarah. Dan ilmu yang bersumber pada alam
melalui penalaran yang menghasilkan ilmu aqli seperti
filsafat, ilmu sosial, teknik, biologi, sejarah, dan lain-lain. Ilmu naqli dihasilkan
dengan cara memikirkan secara mendalam (berijtihad) dengan metode tertentu dan
persayaratan tertentu.[3]
Sedangkan
ilmu aqli dihasilkan melalui penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif. Ilmu-ilmu tersebut harus diabadikan untuk beribadah
kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, peranan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan seseorang sangat besar, dengan ilmu pengetahuan,
derajat manusia akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga tidaklah sama antara
orang yang berpengetahuan dan orang yang tidak berpengetahuan.
Allah
berfirman:
يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (المجادلة: 11)
Artinya: “Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11)
2.
Objek Ilmu pengetahuan dan cara Memperolehnya
Obyek ilmu
pengetahuan dapat dibagi dalam dua bagian pokok yaitu alam materi dan alam non
materi. Sains mutakhir mengarahkan pandangan kepada alam materi, sehingga
mereka membatasi ilmu pada bidang tersebut. Bahkan sebagian mereka tidak
mengetahui adanya realita yang tidak dapat dibuktikan dalam materi. Pada
dasarnya potensi yang dimiliki oleh manusia untuk mengetahui sesuatu terdiri
atas tiga macam, yaitu 1) indera, 2) akal, 3) hati.[4]
1.
Pengamatan Melalui Indera
Al-Qur’an
menjelaskan adanya pengetahuan yang diperoleh melalui indera dengan cara
mengamati. Dalam surat al-Ankabut : 20, Allah SWT menyuruh manusia untuk
berjalan di muka bumi dan memerhatikan percipataan manusia. Dalam surat Yunus :
101, Allah SWT memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit
dan memerhatikan apa yang ada di bumi.
Namun tidak
semua pengetahuan yang hendak diketahui dapat diperoleh dengan indera. Karena
keterbatasan kemampuan inderawi, manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang
ada dibalik penangkapan indera tersebut. Karena itu, Allah SWT mengecam
orang-orang yang hanya mengandalkan inderanya untuk memeroleh pengetahuan lebih
dalam, Allah SWT berfirman : “dan ingatlah ketika kamu berkata, “Hai
Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
terang. Karena itu, kamu disambar halilintar, sedang kamu
menyaksikannya,” (QS al-Baqarah : 55).
2.
Pengamatan Melalui Akal
Keterbatasan
dan kelemahan indera, disempurnakan oleh akal. Akal dapat mengoreksi kesalahan
pengetahuan inderawi sebab akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui objek-objek
abstrak yang logis. Seperti halnya pengetahuan bahwa Allah SWT itu Maha Kuasa
dan Maha Penyayang diperoleh dengan menggunakan akal, bukan dengan menggunakan
indera.
3.
Pengamatan Melalui Suara Hati
Selain
indera dan akal, potensi yang dimiliki manusia untuk mengetahui pengetahuannya
adalah potensi hati. Atau menurut Imam al-Ghazali yang disebut dhamir.
Potensi ketiga ini dapat memberi peluang kepada manusia untuk memeroleh
pengetahuan dengan lebih baik. Jika akal hanya dapat mengetahui
objek abstrak yang logis, potensi hati dapat mengetahui objek abstrak yang
supra logis (ghaib).
Al-Ghazali
menjelaskan bahwa pengetahun yang diterima para nabi dan Rasul Allah, bukanlah
melalui indera dan akal, melainkan melalui hati yang disebut wahyu. Sebagaimana
dalam firman-Nya : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al
Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al
Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di
antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus. (QS. asy-Syu’ara : 52).
Selanjutnya,
dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan
pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui
manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum
diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha
manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia.
Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah Swt. inilah yang
disebut ilmu laduni.
Kesimpulan
Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang
berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu
ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal.
Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan,
sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu
yang diketahui manusia. Itulah bedanya dengan ilmu, karena ilmu itu sendiri
merupakan pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingga menguasai
pengetahuan tersebut yang menjadi suatu ilmu.
ilmu berdasarkan hukumnya sebagai berikut:
1.
Ilmu
Dien, yang terbagi menjadi 2 yaitu
a. Ilmu dien yang hukumnya Fardlu ‘Ain (wajib
dimiliki oleh setiap orang), yaitu: Ilmu tentang akidah berupa rukun iman yang
enam, dan ibadah, seperti thoharoh, sholat, shiyam, zakat, dan ibadah wajib
lainnya.
b. Ilmu dien yang hukumnya Fardlu Kifayah (harus
ada sebagian orang islam yang menguasai, bila tidak ada maka semua kaum
muslimin di tempat itu berdosa), yaitu: ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu
fara’idh, ilmu bahasa, dan ushul fiqh.
2.
Ilmu
Duniawi, yaitu segala ilmu yang dengan ilmu tersebut tegaklah segala maslahat
dunia dan kehidupan manusia, seperti: ilmu kedokteran, pertanian, ilmu teknik,
perdagangan, militer, dan sebagainya. Menurut ‘ulama, hukum ilmu duniawi adalah
fardlu kifayah.
Al Qur'an sangat mendorong
dikembangkannya ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat al
Qur'an yang menyuruh manusia agar menggunakan akal pikiran dan segenap potensi
yang dimilikinya untuk memperhatikan segala ciptaan Allah SWT. Dorongan al Qur'an
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tersebut terlihat pula dari banyaknya
ayat al Qur'an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pujian dan kedudukan yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu serta
pahala bagi yang menuntut ilmu.
Pada dasarnya
potensi yang dimiliki oleh manusia untuk mengetahui sesuatu terdiri atas tiga
macam, yaitu 1) indera, 2) akal, 3) hati.
[1] Imam Syafi’ie. Konsep Ilmu
Pengetahuan dalam Alqur’an. (Yogyakarta : UII Press, 2000). hlm. 27
[2] Abudin Nata. Tafsir Ayat ayat Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002). hlm. 159
[3] Ibid, hal. 168
[4] Kevin Khomaeni, “Pandangan Al Qur’an terhadap Ilmu Pengetahuan”, www
http://dirasahislamiyah.blogspot.com/2013/01/pandangan-al-quran-terhadap-ilmu.html.
Post a Comment for "Hakikat Ilmu Dalam Perspektif Pendidikan Islam"