Tafsir Surat An-Nazi’at
Tafsir Surat An-Nazi’at
Surat an-Nazi’at adalah surat yang ke 79 atau surat kedua dari juz ‘amma. Surat an-Nazi’at -sebagaimana yang disampaikan oleh al-Imam Al-Qurtubi rahimahumullahu ta’ala- merupakan surat makiyyah, artinya ayat-ayat dalam surat An-Nazi’at diturunkan tatkala Nabi shallAllahu ‘alaihi wasallam berdakwah di fase mekah sebelum berhijrah ke kota madinah. Sebagimana yang telah dijelaskan bahwa kebanyakan pokok pembahasan surat-surat makiyyah berkisar pada iman kepada Allah, iman kepada Rasul, dan terutama iman tentang adanya hari kebangkitan yaitu tentang hari kiamat.
Sebagaimana pada surat an-Naba’, pokok pembahasannya berkisar pada beriman terhadap hari kebangkitan, begitu pula dengan surat an-Nazi’at, Allah Subhanallahu Wata’ala memfokuskan permasalahan pada iman tentang hari akhirat. Dan demikianlah surat-surat yang ada dalam juz ‘amma yang sebagian besarnya berbicara tentang hari akhirat. Kita mengetahui akan pentingnya beriman terhadap hari akhirat. Barang siapa yg beriman bahwasanya dia akan dibangkitkan, kemudian akan disidang oleh Allah subhanallahu wata’ala maka dia tidak akan bertindak seenaknya di dunia ini. Dia juga tidak akan berucap seenaknya di dunia ini. Dia tidak akan mendzhalimi orang lain karena dia tahu akan ada hari pembalasan. Adapun orang yang tidak beriman terhadap hari akhirat, kemudian dia tidak beriman bahwasanya dia akan dibangkitkan maka dia akan bertindak sepuasnya, karena dia merasa bahwasanya setelah dia meninggal dunia maka kehidupan telah selesai. Inilah yang dibantah oleh Allah subhanallahu wata’ala dan dijelaskan dengan gamblang dalam surat-surat yang terdapat dalam juz ‘amma.
Allah berfirman :
وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا
“demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras.”
Di awal surat an-nazi’at Allah subhanallahu wata’ala bersumpah dengan para malaikat. Allah subhanallahu wata’ala bersumpah dengan makhluk yang Allah kehendaki. Diantaranya Allah bersumpah dengan para malaikat untuk menekankan bahwasanya hari kiamat pasti terjadi. Tidaklah Allah bersumpah dengan sesuatu kecuali untuk menekankan sesuatu. Dan kita tahu bahwasanya para malaikat adalah makhluk-makhluk Allah yang amat dahsyat.
Kata para ahli tafsir, sebagian sahabat menyatakan bahwa an-nazi’at adalah para malaikat yang mencabut nyawa orang kafir dengan pencabutan yang sangat keras. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang shahih, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَإِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الْآخِرَةِ، نَزَلَ إِلَيْهِ مِنَ السَّمَاءِ مَلَائِكَةٌ (وفي رواية : غِلاَظٌ شِدَادٌ) سُودُ الْوُجُوهِ، مَعَهُمُ الْمُسُوحُ (وفي رواية : مِنَ النَّارِ)، فَيَجْلِسُونَ مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ، حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ، اخْرُجِي إِلَى سَخَطٍ مِنَ اللهِ وَغَضَبٍ “. قَالَ: ” فَتُفَرَّقُ فِي جَسَدِهِ، فَيَنْتَزِعُهَا كَمَا يُنْتَزَعُ السَّفُّودُ (الكثير الشعب) مِنَ الصُّوفِ الْمَبْلُولِ (فتقطع معها العروق والعصب)
“Dan sesungguhnya hamba yang kafir jika telah terputus dari dunia dan menuju ke akhirat maka turunlah kepadanya dari langit malaikat-malaikat yang kasar dan keras serta hitam wajahnya, sambil membawa pakaian tebal/kasar yang terbuat dari api neraka, lalu para malaikat tersebut duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat maut hingga duduk di sisi kepalanya, lalu berkata, “Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan Allah”. Lalu jiwa yang buruk tersebut tersebar di jasadnya kemudian malaikat maut mencabutnya sebagaimana dicabutnya as-sufud (besi tajam yang digunakan untuk mengaitkan daging agar siap untuk dibakar-pent) dari wol yang basah.” (HR Ahmad No. 18534 dengan sanad yang shahih)
Andaikan sepotong kain wol dalam keadaan basah kemudiannya didalamnya terdapat semacam duri, maka mengeluarkannya adalah suatu hal yang susah karena kainnya basah. Jika ingin dikeluarkan maka duri tersebut akan merobek-robek kain wol. Demikianlah gambaran bagaimana para mailaikat ketika mencabut ruh orang-orang kafir. Malaikat akan memaksa untuk mencabutnya dengan keras meskipun sulit. Ini merupakan bentuk siksaan untuk mereka.
Adapun makna (غَرْقًا) sebagaimana penjelasan Asy-Syaukani rahimahullah adalah berasal dari kata seseorang yang sedang menarik tali busur. Beliau berkata:
وَإِغْرَاقُ النَّازِعِ فِي الْقَوْسِ أَنْ يَمُدَّهُ غَايَةَ الْمَدِّ…. أي: إغراقا في النزع حيث تنزعها من أقاصي الأجسام
“Seseorang yang menarik tali busur panah dengan غَرْقًا yang menarik tali busur dengan sekuat-kuatnya hingga …yaitu para malaikat mencabut nyawa sekuat-kuatnya dari seluruh ujung-ujung tubuh” (Fathul Qodir 5/449)
Allah menyebutkan dalam Al Qur’an bagaimana malaikat maut mencabut nyawa orang-orang kafir. Allah SubhanAllahu wata’ala berfirman:
وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا ۙ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ
Dan sekiranya kamu mereka melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka (dan berkata), “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.” (QS Al-Anfal : 50)
Tentunya tata cara malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir dengan kasar dan keras tersebut adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh mata manusia. Kita saksikan secara kasat mata sebagian orang kafir seakan-akan meninggal dengan tenang, padahal nyawa mereka disiksa oleh para malaikat. Seandainya pukulan para malaikat terhadap ruh-ruh orang kafir tersebut nampak pada jasad-jasad mereka yang menghitam, nicaya hal tersebut bukan lagi perkara ghaib sehingga semua orang akan masuk islam dan beriman kepada Allah serta Rasul-Nya shallahu ‘alaihi wassallam karena mengetahui keadaan orang yang meninggal dalam keadaan kafir, mereka disiksa oleh para malaikat.
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala bersumpah dengan jenis malaikat berikutnya. Allah subhanAllahu wata’ala berfirman:
وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا
“dan demi malaikat yang mencabut nyawa dengan lemah lembut”
Malaikat yang dipakai bersumpah pada ayat pertama adalah malaikat pencabut nyawa orang-orang kafir. Sedangkan jenis malaikat yang dipakai bersumpah pada ayat yang kedua adalah malaikat pencabut nyawa orang mukmin dengan pencabutan yang penuh dengan kelembutan. Disebutkan dalam hadist :
ثم يجيئ ملك الموت عليه السلام حتى يجلس عند رأسه فيقول: أيتها النفس الطيبة (وفي رواية: المطمئنة)، اُخرجي إلى مغفرة من الله ورضوان، قال: فتخرج تسيل كما تسيل القطرة مِنْ فِي السِّقَاء
“Kemudian datanglah malaikat Maut ‘alaihis salam. Dia duduk di samping kepalanya, dan mengatakan, ‘Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan ridha-Nya.’ Keluarlah ruh itu dari jasad, sebagaimana tetesan air keluar dari mulut ceret.” (HR Ahmad no. 18543 dan Abu Daud no. 4753. Al-Albani menyatakan hadis ini hadis yang shahih)
Demikianlah ruh orang-orang yang beriman tatkala dicabut oleh malaikat, penuh dengan kelembutan, penuh dengan rahmat dan kasih sayang. Berbeda dengan nyawa orang-orang kafir yang dicabut dengan cara kasar.
Sekali lagi, ini adalah perkara ghaib yang tidak terlihat oleh kasat mata tetapi. Tidak ada yang bisa melihat bagaimana cara malaikat mencabut nyawa, semuanya hanya dijelaskan melalui Nabi ShalAllahu’alaihi wassallam dalam hadist-hadsitnya bahwasanya orang-orang yang beriman dicabut dengan cara yang lembut adapun orang kafir dengan cara yang kasar.
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala bersumpah dengan malaikat berikutnya. Allah berfirman :
وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا
“demi malaikat yang turun dari langit dengan cepat”.
Para malaikat adalah makhluk Allah yang sangat dahsyat yang bergerak dengan cepat. Ada malaikat langit ada juga malaikat bumi. Malaikat yang turun dari langit menuju bumi bergerak begitu cepat, kemudian dari utara ke selatan, dari barat ke timur. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwasanya kecepatan malaikat melebihi kecepatan jin. Kita ketahui bahwasanya jin juga bergerak berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya sehingga dalam sebuah hadist disebutkan tentang bagaimana jin mencuri berita dari langit dari para malaikat. Para jin tersebut terbang bergerak, namun para jin itu bertumpuk-tumpuk agar bisa mencuri berita dari langit, adapun ketika bergerak tidaklah secepat malaikat. Itulah sebabnya para jin yang mencuri berita bisa terkena lemparan api sebelum menyampaikan semua kabar hasil mencuri dengar dari malaikat. Karena para malaikat ketika bergerak melebihi kecepatan jin.
Sebagian ulama ketika menyebutkan tentang kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissallam, yang tatkala Nabi Sulaiman meminta anak buahnya untuk mendatangkan singgasana Ratu Balqis, maka kemudian diantara anak buah Nabi Sulaiman ada jin ifrit yang berkata :
قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
“Aku akan mendatangkan singgasana ratu balqis sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu.” (QS An-Naml : 39)
Tiba-tiba ada yang lain yang lebih hebat berkata :
أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُك
“Aku akan mendatangkannya sebelum engkau mengedipkan mata” (QS An-Naml : 40)
Sebagian ulama menyatakan bahwa yang menantangnya itu adalah orang shaleh yang kemudian dia berdoa kepada Allah subhanAllahu wata’ala agar bisa mendatangkan singgasana Ratu Balqis dalam waktu yang sangat cepat. Maka Allah pun memerintahkan malaikat untuk membawa singgasana tersebut dengan sangat cepat. Adapun jin ‘Ifrit membutuhkan waktu untuk mendatangkan singgasana Ratu Balqis menuju Sulaiman. Jadi meskipun jin sangat cepat bergerak, akan tetapi kata para ulama malaikat lebih cepat daripada jin.
Dan ini semua menunjukan hebatnya penciptaan malaikat, karena malaikat terciptakan dari cahaya, dan mereka adalah makhluk yang tidak makan dan tidak minum, akan tetapi energi mereka luar biasa dengan kecepatan gerak yang luar biasa serta kekuatan mereka yang sangat hebat. Sungguh Allah maha kuasa dalam menciptakan para malaikat.
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala berfirman lagi, bersumpah dengan para malaikat-malaikatnya:
فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا
“dan malaikat-malaikat yang mendahului dengan kencang”.
Ayat ini memperkuat ayat sebelumnya tentang bagaimana malaikat bergerak dengan begitu kencangnya. Ini adalah salah satu bukti bahwa para malaikat adalah makhluk yang sangat dahsyat. Allah mengatakan :
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۚ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan Allah, yang para malaikat tersebut ada yang memiliki sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga, empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir : 1)
Ini menunjukkan akan kedahsyatan salah satu makhluk Allah ini yaitu malaikat. Oleh karena itu, salah satu malaikat yang pernah dinampakkan dalam bentuk aslinya kepada Nabi shallAllahu ‘alaihi wasallam yaitu malaikat jibril yang digambarkan dengan begitu luar biasanya yaitu memiliki 600 sayap dimana Nabi pernah melihatnya sebanyak dua kali dalam bentuk aslinya.
Kebanyakan malaikat apabila turun, dia menjelma menjadi manusia. Malaikat jibril sering datang menemui Nabi dalam bentuk manusia. Terkadang dalam bentuk seorang sahabat yang bernama Dihyah Al-Kalbi. Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melihat bentuk malaikat Jibril dalam bentuk yang asli kecuali hanya dua kali. Beliau melihat bahwasanya malaikat jibril memiliki 600 sayap, dan sayapnya jika dibuka akan menutupi cakrawala. Ini menunjukkan betapa besarnya para malaikat tersebut. Dan malaikat merupakan makhluk yang benar-benar ghaib, bahkan lebih ghaib daripada jin. Kalau jin meski dia termasuk makhluk yang ghaib, namun sering kita masih merasakan keberadaannya. Kita melihat ada orang yang kerasukan oleh jin, terkadang kita merinding seperti ada makhluk halus yang mengganggu. Kita juga terkadang melihat jin yang menjelma dalam bentuk-bentuk yang mengerikan atau bahkan ke dalam bentuk manusia.
Adapun malaikat benar-benar tidak pernah kita lihat keberadaannya, kita juga tidak pernah merasakan keberadaannya. Namun Malaikat adalah makhluk yang benar-benar ada.
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala berfirman:
فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا
“demi para malaikat yang mengatur urusan-urusan”
Para ulama menjelaskan bahwasanya malaikat itu sangatlah banyak, mereka menjalankan perintah-perintah Allah subhanAllahu wata’ala. Mereka tidak pernah membangkang atas apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mereka menjalankan apa yang ditugaskan kepada mereka”. Sehingga kita dapati ada malaikat gunung, malaikat laut, malaikat awan, malaikat pencabut nyawa, malaikat peniup sangkakala, malaikat penjaga surga, malaikat penjaga neraka, dan ada malaikat yang tugasnya hanya beribadah dilangit. Sampai-sampai Nabi shAllahu ‘alaihi wassallam menyebutkan bahwa langit penuh sesak karena tidak ada tempat sejengkal pun kecuali ada malaikat yang bersujud. Nabi berkata :
إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ، وَأَسْمَعُ مَا لَا تَسْمَعُونَ، أَطَّتِ السَّمَاءُ وَحَقَّ لَهَا أَنْ تَئِطَّ، مَا فِيهَا مَوْضِعُ أَرْبَعِ أَصَابِعَ إِلَّا عَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ
“Sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak lihat, dan aku mendengar apa yang kalian tidak mendengarnya. Langit terasa berat dan pantas bagi langit untuk terasa berat. Tidak ada satu tempat seukuran empat jari kecuali ada malaikat yang sujud di atasnya” (HR Ahmad no 21516, At-Tirmidzi no 2312 dan Ibnu Maajah no 4190 dengan sanad yang hasan)
أَطِيْطٌ asalnya adalah suara yang keluar dari rahil (pelana onta yang terbuat dari kayu) tatkala diduduki oleh penunggang onta. Atau suara rintihan onta tatkala dibebani dengan beban yang sangat berat. Maksud dari hadits di atas adalah langit seakan-akan merasa keberatan karena betapa banyaknya malaikat yang menempati langit.
Allah menciptakan malaikat dengan jumlah yang sangat banyak yang mengatur berbagai macam urusan.
Kita meyakini ada malaikat pengatur hujan, dan dia benar-benar mengatur hujan. Apakah boleh bagi kita berdoa kepada malaikat hujan tersebut agar dia menurunkan hujan? Ada malaikat yang mengatur gunung. Apakah jika gunung berapi akan meletus kita boleh meminta kepada malaikat gunung agar menahan letusan gunung berapi tersebut? Bukankah malaikat hujan tersebut yang mengatur hujan? Bukankah malaikat gunung tersebut yang benar-benar mengatur gunung? Tetapi semua itu tidak boleh dilakukan karena para malaikat tersebut tidak memiliki hak otonomi. Demikian juga kita meyakini ada malaikat maut pencabut nyawa, apakah tatkala kita ingin berumur panjang lantas kita meminta kepada malaikat maut agar menunda kedatangannya kepada kita? Mereka para malaikat hanyalah menjalankan perintah Allah subhanAllahu wata’ala. Malaikat pengatur hujan tidak punya hak seutuhnya untuk mengatur hujan, dia hanya menjalankan perintah Allah untuk mengaturnya. Malaikat pengatur gunung tidak punya hak seutuhnya untuk mengatur gunung, dia hanya menjalankan perintah Allah untuk mengaturnya. Demikian juga malaikat pencabut nyawa tidak punya hak sama sekali untuk mencabut nyawa, ia hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah.
Barang siapa yang meminta kepada malaikat gunung atau malaikat hujan atau malaikat-malaikat lainnya maka dia telah berbuat kesyirikan. Seharusnya dia minta kepada Allah subhanAllahu wata’ala, Dzat yang telah memerintakan malaikat tersebut. Tidak ada ulama yang membolehkan meminta kepada malaikat gunung atau malaikat hujan. Melainkan semua sepakat bahwasanya meminta kepada malaikat gunung atau malaikat hujan adalah perbuatan kesyirikan. Meskipun malaikat-malaikat tersebut bertanggung jawab dalam mengatur hujan maupun gunung. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang meminta pada penghuni kubur yang sedikitpun tidak ada yang bisa diaturnya? Bahkan tidak bisa berbuat apa-apa. Yang tidak bisa mandi tetapi dimandikan, yang tidak bisa memakai baju sendiri tetapi dikafankan, yang sudah tidak bisa shalat tetapi dishalatkan, yang tidak bisa pulang tempat huniannya tetapi dibopong lalu dimasukkan ke dalam kuburannya. Sungguh aneh apabila ada orang yang mamandikan, dia juga yang mengkafankan, dia yang menyalatkan, dia pula yang membawa mayat tersebut ke kuburannya, kemudian dia meminta tolong kepada orang mati tersebut. Sungguh ini telah keluar dari akal sehat. Orang yang meninggal dunia sudah tidak bisa berbuat apa-apa, karenanya para sahabat Nabi shAllahu ‘alaihi wassallam tidak ada yang pergi kekuburan Nabi meminta kepada Nabi atau sekedar berdiskusi dengan Nabi shAllahu ‘alaihi wassallam. Nabi tidak akan keluar dari kuburannya kecuali hari kiamat telah tegak.
Setelah itu Allah subhanAllahu wata’ala menyebutkan sebagian kondisi hari kiamat. Allah berfirman :
يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ
“(tatkala kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam”
Pada tafsir surat An-Naba’ telah berlalu bahwasanya hari kiamat akan terjadi melalui 2 tiupan sangkakala. Malaikat israfil akan meniup pada tiupan pertama sehingga terjadilah goncangan yang sangat dahsyat, makanya Allah mengatakan bahwasanya bumi ini akan mengoncangkan alam semesta dan membinasakan para makhluk. Itulah gambaran dalam Al Qur’an yang Allah sebutkan tentang kehancuran alam semesta.
Allah menggambarkannya dengan firman-Nya dalam surat Al-Infithar ayat 1-3:
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ . وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ . وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ
“Tatkala langit terbelah. Tatkala bintang-bintang berjatuhan. Tatkala lautan berubah jadi lautan api.” (QS Al-Infithar : 1-3)
Allah juga menggambarkannya dalam surat Az-Zalzalah ayat 1-3:
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا . وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا . وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا
“Tatkala bumi digoncangkan dengaan sedahsyat-dahsyatnya. Dan bumi mengeluarkan isi perutnya. Dan manusia bertanya, ‘Apa yang terjadi pada bumi ini?’” (QS Az-Zalzalah : 1-3)
Allah juga berfirman pada surat Al-Hajj ayat 1 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ
“Wahai manusia takutlah kalian kepada Allah, sesungguhnya goncangan yang terjadi pada hari kiamat sangatlah dahsyat.” (QS Al-Hajj : 1)
Goncangan tersebut terjadi tatkala sangkakala ditiupkan pada tiupan yang pertama. Allah subhanAllahu wata’ala berfirman tentang tiupan sangkakala yang pertama :
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ
“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang ada di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah.” (QS Az-Zumar : 68)
Padahal tiupan adalah sesuatu yang paling ringan yang menimpa manusia, akan tetapi hal itu membinasakan manusia. Allah ingin menjelaskan betapa lemahnya manusia, bahkan hanya dengan tiupan sudah bisa membinasakan manusia (lihat Al-Ifshooh ‘an Ma’aani As-Shihaah 6/348)
Kemudian pada tiupan yang kedua Allah subhanAllahu wata’ala berfirman :
تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ
“(tiupan yang pertama) diikuti dengan tiupan yang kedua”
Tiupan yang kedua inilah yang akan membangkitkan manusia. Jarak antara tiupan yang pertama dengan yang kedua selama 40.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Nabi :
مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ
“Jarak antara dua tiupan sangkakala adalah empat puluh”
قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ شَهْرًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: أَبَيْتُ
Mereka bertanya, “Wahai Abu Hurairah apakah jarak yang dimaksud adalah 40 hari?”. Abu Hurariah berkata, “Aku tidak bisa memastikan”. Mereka bertanya lagi, “Apakah 40 bulan?”. Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak bisa memastikan”. Mereka bertanya lagi, “40 tahun?”. Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak bisa memastikan”.
Lalu Nabi melanjutkan sabdanya :
«ثُمَّ يُنْزِلُ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ، كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ وَلَيْسَ مِنَ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى، إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا، وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Lalu Allah menurunkan air (hujan) dari langit, maka manusiapun tumbuh sebagaimana tumbuhnya sayur mayur (dari tanah). Dan tidak tersisa sesuatupun dari tubuh manusia kecuali akan sirna kecuali satu tulang, yaitu ujung tulang ekor. Dari tulang tersebutlah disusun makhluk pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari no 4814 dan Muslim no 2955)[1]
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala berfirman :
قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ
“Hati manusia pada waktu itu sangatlah ketakutan.”
Pada hari itu semua manusia dalam ketakutan, tetapi ketakutannya bertingkat-tingkat. Orang-orang beriman juga akan ketakutan, para Nabi juga ketakutan pada hari tersebut, hari tatkala semua manusia dibangkitkan. Terlebih lagi orang kafir ketakutannya sangat parah menyadari itu adalah hari kebangkitan. Sampai-sampai Allah subhanAllahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an :
وَنَحْشُرُ الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا
“dan pada hari itu Kami kumpulkan orang-orang yang berdosa dengan (wajah) biru muram.” (QS Thaha : 102)
Bukan hanya pucat putih, tapi hingga berwarna biru karena saking takutnya. Sebagian ulama berpendapat mata mereka berubah menjadi biru karena saking ketakutan (Tafsiir Ibnu Katsir 5/278)
Ini dikuatkan dengan ayat yang lain yang menunjukan akan mata yang ketakutan. Allah menyebutkan :
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Jangan engkau menyangka Allah lalai dari perbuatan orang-orang yang dzalim. sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai pada hari yang waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS Ibrahim : 42)
Mereka berbuat dzalim dengan mengambil harta orang lain seenaknya, korupsi, dan berbagai macam kedzhaliman lainnya, jangan disangka Allah lalai terhadapa kedzaliman mereka. Allah tidak akan mengadzab mereka sekarang, karena adzab yang ada di dunia ini masih tergolong ringan, sedangkan Allah menundanya dan untuk mereka kelak adzab yang sangat pedih yang membuat mata mereka terbelalak saking ketakutannya.
Allah mengatakan pada akhir ayat setelahnya :
وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ
“Dan dada mereka kosong.” (QS Ibrahim : 43)
Kata para ulama, jantung mereka yang seharusnya berada di dada berpindah naik ke atas karena sangat ketakutan sehingga membuat dadanya menjadi kosong.[2]
Allah subhanallahu wata’ala berfirman :
فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا
“Lalu bagaimanakah kamu akan dapat menjaga dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari dimana Allah menjadikan anak-anak beruban.” (QS Al-Muzzammil : 17)
Karena sangat ketakutan sehingga rambut mereka menjadi putih karena melihat hari yang sangat dahsyat.
أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ
“pandangannya tunduk”
Demikianlah kondisi mengerikan yang akan terjadi pada hari kiamat. Lantas apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir? Allah menyebutkan perkataan mereka dalam firman-Nya:
يَقُولُونَ أَإِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ
“(Orang-orang kafir) berkata: “Apakah sesungguhnya kita benar-benar akan dikembalikan kepada kehidupan semula?”
Mereka heran mengapa mereka bisa dihidupkan kembali. Inilah yang mereka ingkari yaitu tentang hari kebangkitan karena tidak masuk dalam akal mereka. Padahal orang-orang musyirikin arab percaya kepada Allah subhanallahu wata’ala, mereka tidak mengingkari akan eksitensi Allah. Itulah mengapa kaum musyirikin dahulu juga berhaji, mereka juga berthawaf di Ka’bah, mereka juga tahu bahwa ka’bah adalah rumah Allah subhanallahu wata’ala. Oleh karena itu, tatkala Raja Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah, maka Abdul Muththalib kakek Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam mengatakan, “Ka’bah ada Tuhannya yang menjaganya“. Jadi, orang-orang musyirikin arab mengakui adanya Allah sang Pencipta, akan tetapi mereka menyangka bahwasanya tidak akan ada hari kebangkitan. Mereka menyangka bahwasanya Allah tidak akan membangkitkan mereka. Mereka tidak mengimani hari kebangkitan. Oleh karena itu, mereka mengatakan:
أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً
“apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kita telah menjadi tulang belulang yang hancur?”
Mereka tidak yakin apakah mereka akan di kembalikan kembali sebagaimana sedia kala? Apakah mereka akan dikembalikan sementara mereka telah menjadi tulang belulang yang sudah lumat, yang sudah bersatu dengan tanah? Padahal semua itu mudah bagi Allah subhanAllahu wata’ala. Kemudian mereka kembali berkata :
قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ
“mereka berkata, “kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan””
Kemudian Allah menjawab bahwa itu sangatlah mudah,
فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ
“maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja”,
Malaikat Israfil akan meniup sangkakala pada tiupan yang kedua, sehingga begitu ditiupkan maka semuanya akan dibangkitkan oleh Allah subhanAllahu wata’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ المَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ: إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي، ثُمَّ اطْحَنُونِي، ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ (وفي رواية : في البحر)، فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا، فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ، فَأَمَرَ اللَّهُ الأَرْضَ فَقَالَ: اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ، فَفَعَلَتْ، فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ، فَقَالَ: مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ؟ قَالَ: يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ، فَغَفَرَ لَهُ ” وَقَالَ غَيْرُهُ: «مَخَافَتُكَ يَا رَبِّ»
“Ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam bermaksiat. Tatkala ia akan meninggal maka ia berkata kepada anak-anaknya, “Jika aku meninggal maka bakarlah aku, lalu tumbuk/geruslah aku, lalu tebarkanlah (debuku) di angin (dalam riwayat yang lain : di lautan). Sungguh demi Allah jika Allah mampu untuk mengembalikan aku maka Allah akan mengadzabku dengan adzab yang tidak pernah ia mengadzab seorangpun dengannya”. Tatkala orang itu meninggal maka anak-anaknya melakukan hal tersebut. Lalu Allah memerintahkan bumi dengan berkata, “Wahai bumi kumpulkanlah bagian orang tersebut yang ada pada dirimu !”. Maka bumipun melakukannya, dan tiba-tiba orang tersebut sudah bangkit kembali. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongmu melakukan itu semua?”, ia berkata, “Karena takut kepadaMu”. Maka Allahpun mengampuninya” (HR Al-Bukhari no 3481 dan Muslim no 2756)
Sesungguhnya ini mudah bagi Allah subhanAllahu wata’ala.
فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ
“Maka seketika itu mereka hidup kembali di bumi (yang baru)”
Patut diketahui bahwasanya bumi tempat dibangkitkannya kelak bukanlah bumi yang kita pijak sekarang ini akan tetapi bumi yang lain. Allah subhanAllahu wata’ala berfirman :
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
“(yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit-langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di padang mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa.” (QS Ibrahim : 48)
Pada hari kiamat nanti Allah akan menghancurkan alam semesta ini, dan Allah akan menggantikannya dengan yang lain. Bumi yang akan menggantikan bumi sebelumnya di padang mahsyar nanti adalah bumi yang datar dan tidak mempunyai gunung, tidak juga lembah, dan tidak ada tanda-tanda, melainkan semuanya datar. Disitulah seluruh manusia sejak Nabi Adam sampai hari kiamat akan dikumpulkan yaitu di padang mahsyar.
Nabi bersabda :
«يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ، كَقُرْصَةِ النَّقِيِّ، لَيْسَ فِيهَا عَلَمٌ لِأَحَدٍ»
“Manusia dibangkitkan pada hari kiamat di atas tanah yang putih yang kemerah-merahan, seperti potongan roti yang terbuat dari tepung yang murni, tidak ada tanda-tanda tertentu milik seseorang (yaitu bumi datar kosong tanpa ada tanda apapun)” (HR Al-Bukhari no 6521 dan Muslim no 2790)
Setelah Allah berbicara tentang hari kiamat dan bagaimana mudahnya bagi Allah untuk membangkitkan umat manusia, kemudian tiba-tiba pembahasan beralih ke pembahasan yang baru dimana Allah berbicara tentang Fir’aun. Apa hubungan antara Kisah Fir’aun dan hari kiamat? Sebagian ulama menjelaskan bahwasanya kisah Fir’aun adalah kisah yang mashyur, yang diketahui oleh orang-orang yahudi. Orang yahudi yang tinggal di jazirah arab mengetahui akan berita tentang kejadian Fir’aun yang ditenggalamkan karena itu adalah kisah yang mashyur, sebuah kejadian yang sangat dahsyat. Sampai-sampai berita itu ternukilkan dari kurun ke kurun. Selain itu, orang-orang musyirikin arab juga mendengar tentang kisah Fir’aun. Sehingga yang mengetahui cerita tentang Fir’aun bukan hanya dari orang-orang yahudi, bukan hanya dari Bani Israil, dan bukan hanya dari ahlul kitab, tetapi kisah ini adalah kisah yang sangat dahsyat sehingga sampailah kisah tentang Fir’aun tersebut kepada orang-orang musyirikin. Tentang bagaimana hancurnya Fir’aun, bagaimana Allah membinaskan orang-orang yang sangat sombong seperti Fir’aun tersebut. Oleh karena itu, Allah ingin mengingatkan orang-orang musyirikin apabila mereka mengingkari hari kiamat maka nasib mereka akan seperti Fir’aun. Itulah mengapa Allah menyebutkan tentang kisah Fir’aun setelah Allah menyebutkan tentang hari kiamat.
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala berfirman:
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَىٰ
“apakah telah datang kepada engkau, tentang kisah Nabi Musa? “
إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى
“Tatkala Tuhannya memanggilnya (Musa) di lembah suci yang namanya Thuwa”
اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ
“pergilah engkau kepada Fir’aun. sesungguhnya dia telah melampaui batas”
Tatkala Allah memanggil Musa di sebuah lembah suci yang bernama Thuwa, menunjukkan bahwa telah terjadi dialog antara Allah dan Nabi Musa. Oleh karena itu, di dalam ayat yang lain Allah berfirman:
وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَىٰ
“Dan Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)” (QS Thaha : 13)
Ini menunjukkan bahwasanya wahyu Allah didengar langsung oleh Nabi Musa ‘allaihissallam. Ini juga merupakan bantahan kepada orang-orang jahmiyyah yang menyatakan bahwasanya Allah berbicara tanpa suara dan tanpa huruf. Yang benar adalah Allah berbicara dengan suara yang didengar langsung oleh Nabi Musa alaihissallam. Sebelumnya Allah juga telah berbicara dengan Nabi-Nabi yang lain, diantaranya adalah Nabi Ibrahim.
Diantara bukti telah terjadi dialog antara Allah dan Nabi Musa adalah seperti ketika Nabi Musa meminta Allah agar menampakkan diri-Nya. Sebagaimana yang diceritakan dalam Al-Quran :
قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا
(Musa) Berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan sanggup melihat Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempanya niscaya engkau dapat melihat Ku.” Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.“ (QS Al-A’raf : 143)
Melihat cahaya Allah adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan di dunia ini. Berbeda apabila kita dibangkitkan kelak, kita akan diberi kemampuan oleh Allah agar bisa melihat-Nya. Rasulullah bersabda :
تَعَلَّمُوْا أَنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ عَزَ وَ جَلَّ حَتَّى يَمُوْتَ
“Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang akan bisa melihat Rabb-nya hingga ia meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 181)
Namun telah terjadi pembicaraan antara Allah dan Nabi Musa. Adapun perkataan sebagian orang, yang mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai suara melainkan Allah berbicara dengan bahasa jiwa, maka ini adalah perkataan yang bathil lagi berbahaya. Inilah perkataan yang dijadikan dalil oleh orang-orang liberal sehingga mereka berkesimpulan bahwa al-Qur’an yang ada sekarang adalah bukan firman Allah, akan tetapi ungkapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengungkapkan bahasa jiwa Allah. Adapun ahlussunnah wal jamaah meyakini bahwa Al-Qur’an yang kita baca sekarang ini makna dan lafalnya dari Allah subhanAllahu wata’ala. Karenanya Al-Qur’an merupakan mukjizat, karena lafalnya langsung dari Allah. Oleh karena itu, Allah menantang orang-orang musyrikin:
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, “Buatlah sebuah surat yang semisal dengan sura (Al-Quran), dan ajaklah siapa saja diantara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Yunus : 38)
Namun tidak akan ada yang mampu karena lafalnya dari Allah subhanAllahu wata’ala. Al-Qur’an turun dalam bahasa arab dengan balaghah yang sangat tinggi sehingga orang-orang musyrikin arab tidak akan mampu mendatangkan seperti Al Qur’an sehebat apapun mereka. Andai ternyata lafal Al-Quran bukan dari Allah, niscaya Al-Qur’an bukanlah mukjizat.
Sebagian orang yang terkena racun filsafat, yang mempelajari agama islam dengan filsafatnya orang-orang kafir atau dengan filsafatnya Aristoteles yang tidak pernah beragama, namun berusaha mempelajari islam dengan pemikiran filsafat, mereka kemudian mengatakan Allah tidak mempunyai suara. Mereka mengatakan bahwasanya Al Qur’an adalah ungkapan Jibril atau Muhammad shallAllahu ‘alaihi wassallam yang berasal dari bahasa jiwa Allah. Sungguh ini adalah perkataan yang tidak benar. Jika kita mengatakan Al-Qur’an hanyalah ungkapan Jibril ataupun Muhammad dan bukan bahasa Allah, maka Al Qur’an bukanlah mukjizat dan tidak akan suci lagi.
Karena pemahaman seperti inilah yaitu Allah berbicara tanpa suara maka para orang-orang liberal mengatakan bahwa Muhammad belum tentu mampu mengungkapkan bahasa jiwa Allah. Ketika Allah ingin menyampaikan sesuatu, Muhammad belum tentu mampu membahasakan apa yang dikehendaki oleh Allah subhanAllahu wata’ala tersebut. Akhirnya mereka akan menafsirkan Al-Qur’an dengan seenaknya. Karena lafal yang diungkapkan oleh Muhammad hanya cocok untuk kehidupan 1,5 abad yang lalu, sedangkan kehidupan sekarang jauh berbeda dengan zaman dahulu kala. Dari pemahaman inilah akan timbul tafsiran-tafsiran mereka yang senaknya tehadap Al-Qur’an.
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala berfirman :
فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَىٰ أَنْ تَزَكَّىٰ
“Maka katakanlah kepada (Fir’aun), “Adakah keinginanmu untuk mensucikan dirimu?””
Dalam ayat yang lain Allah subhanAllahu wata’ala berfirman :
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS Thaha : 44)
Ibnul Qoyyim rahimahullah -dalam kitabnya At-Tibyaan fi Aqsaam al-Qur’an (hal 140)- menjelaskan betapa lembutnya perkataan Musa kepada Fir’aun tatkala mendakwahinya dari 7 sisi ;
Pertama : Tatkala Nabi Musa mendakwahi Fir’aun, Nabi Musa tidaklah mengatakan perkataan dalam bentuk perintah, “Wahai Fir’aun taatlah kalau engkau tidak taat kepadaku, engkau akan dimasukkan ke neraka jahnnam” tetapi Nabi Musa menggunakan metode menawarkan dengan mengatakan ” Adakah keinginanmu untuk mensucikan dirimu?”
Kedua : Perkataan Musa kepada Fir’aun إِلَىٰ أَنْ تَزَكَّىٰ “Adakah keinginanmu untuk mensucikan dirimu?”. Dan at-Tazakki (mensucikan diri) adalah perkara kesucian, pertambahan, dan keberkahan. Maka Musa menawarkan kepada Fir’aun suatu perkara yang diterima oleh semua orang yang berakal, dan tidak ada yang menolaknya kecuali orang jahil dan pandir. Dan ini merupakan kelembutan Musa dalam mendakwahi Fir’aun.
Ketiga : Musa berkata تَزَكَّى “mensucikan dirimu” dan Musa tidak berkata أُزَكَّيْكَ “Aku akan mensucikan dirimu”, Musa tidak menyandarkan pensucian kepada dirinya akan tetapi kepada diri Fir’aun agar ia yang mensucikan dirinya. Dan demikianlah metode dalam berbicara dengan para raja dan para pembesar.
Keempat : Yaitu pada firman Allah pada ayat berikutnya :
وَأَهْدِيَكَ إِلَىٰ رَبِّكَ فَتَخْشَىٰ
“dan engkau akan kutuntut ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepada-Nya?”
Ini adalah bentuk kelembutan Nabi Musa dalam mendakwahi Fir’aun. Musa berkata aku siap menjadi penunjuk jalan seandainya Fir’aun ingin menyucikan diri. Seperti seseorang yang berkata kepada orang lain, “Aku siap menunjukan kepadamu lokasi harta, dan selanjutnya silahkan engkau mengambil dari harta tersebut sesuka hatimu”
Kelima : Perkataan Musa إِلَىٰ رَبِّكَ “ke jalan Tuhanmu” yaitu Nabi Musa mengajak Fir’aun untuk kembali kepada Tuhannya, yang telah menciptakannya, yang telah memberikan kerajaan dan kekuasaan kepadanya. Seperti seseorang yang berkata kepada orang lain yang tidak taat kepada ayahnya, “Tidakkah kau taat dan kembali kepada ayahmu, yang sayang kepadamu, yang telah merawatmu dll..”
Keenam : Perkataan Musa فَتَخْشَى “agar engkau takut kepada-Nya”, yaitu Musa berkata kepada Fir’aun, “Jika engkau mendapat petunjuk menuju Rabbmu, engkau semakin mengenal Rabbmu, maka engkau akan semakin takut kepadaNya, dan rasa takut kepada Allah sesuai kadar makrifatmu kepada Allah”
Ketujuh : Perkataan Musa هَلْ لَكَ “Adakah keinginanmu”, yaitu “Tidakkah engkau wahai Fir’aun memiliki keperluan dan kebutuhan?”. Dan tentunya semua orang yang berakal segera menerima ajakan kepada pemenuhan kebutuhannya. Karena sang da’i (yaitu Nabi Musa) tidak menyeru Fir’aun untuk memenuhi kebutuhan Musa, akan tetapi kepada memenuhi kebutuhan Fir’aun dan kemaslahatannya sendiri. Seakan-akan Musa berkata, “Wahai Fir’aun silahkan menuju kepada kemaslahatanmu dan pemenuhan hajatmu, sesungguhnya aku hanyalah penunjuk jalan”. (Lihat At-Tibyaan Fi Aqsaam al-Qur’aan hal 140-141)
Namun yang terjadi adalah Fir’aun tidak beriman kepada Nabi Musa bahkan membalas seluruh kelembutan ini dengan puncak kekufuran dan pembangkangan.
Selain kelembutan Allah membekali Nabi Musa dengan banyak mukjizat agar Fir’aun mau beriman. Allah subhanAllahu wata’ala berfirman:
فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَىٰ
“lalu (Musa) menampakkan kepadanya mukjizat yang besar”
Nabi Musa diutus oleh Allah subhanAllahu wata’ala di zaman dimana banyak penyihir. Sehingga mukjizat yang Allah pilihkan untuk Nabi Musa, adalah mukjizat yang tidak bisa dilakukan oleh para penyihir. Sebagaimana Allah mengutus Nabi Isa di zaman dimana banyak orang-orang yang pandai mengobati. Sehingga Allah memberikan mukjizat kepada Nabi isa yang tidak bisa dilakukan oleh para tabib. Diantaranya yaitu Nabi Isa apabila menyentuh orang yang buta maka tiba-tiba bisa melihat, Nabi Isa menyentuh orang yang terkena kusta maka tiba-tiba bisa sembuh, kesemuanya tidak bisa dilakukan oleh para tabib. Begitupun dengan Nabi Muhamad shallAllahu ‘alaihi wassallam yang diutus kepada zaman musyrikin arab dimana mereka berbangga-bangga dengan bahasa mereka. Sehingga Allah memberikan mukjizat Al-Qur’an kepada Nabi Muhamad shallAllahu ‘alaihi wassallam yang mana mereka tidak mampu untuk mengungkapkan bahasanya sebagaimana ungkapan-ungkapan yang ada di dalam Al-Qur’an. (lihat penjelasan Ibnu Katsir dalam Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 2/486-487 atau Qoshsos Al-Anbiyaa 2/430 pada kisah Nabi ‘Isa ‘alaihis salam)
Nabi Musa memiliki banyak mukjizat, diantara mukjizatnya yang paling besar adalah bisa mengubah tongkat menjadi ular. Namun sebelum Nabi Musa bertemu dengan Fir’aun untuk menunjukkan mukjizat tersebut, Allah subhanAllahu wata’ala terlebih dahulu melatih Nabi Musa. Allah mengisahkan di dalam Al-Quran :
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ . قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ . قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَىٰ . فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَىٰ
“Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?” Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain”. Dia (Allah) berfirman, “Lemparkanlah ia (tongkatmu), wahai Musa!” Lalu (Musa) melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (QS Thaha : 17-20)
Tatkala Nabi Musa melihat ular tersebut, Nabi Musa berlari karena takut. Allah mengisahkan dalam ayat yang lain:
وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ ۖ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّىٰ مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ ۚ يَا مُوسَىٰ أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ ۖ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ
“Dan lemparkanlah tongkatmu.” Maka ketika dia (Musa) melihatnya bergerak-gerak seakan-akan seekor ular (yang gesit), dia lari berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Allah berfirman), “Wahai Musa! Kemarilah dan jangan takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang yang aman. (QS Al-Qashash : 31)
Allah menenangkan Nabi Musa yang berlari ketakutan. Allah hendak melatih dan membuat Nabi Musa terbiasa dengan mukjizat tongkat menjadi ular tersebut. Seandainya Allah tidak melakukan demikian kemudian Nabi Musa melemparkan tongkat tersebut di hadapan Fir’aun sedangkan dia belum mengetahui akan seperti apa ular tersebut, niscaya dia akan ketakutan juga melihatnya. Sehingga Nabi Musa harus dilatih terlebih dahulu oleh Allah.
Setelah Musa menampakkan mukjizatnya kepada Fir’aun yaitu tongkat menjadi ular, dia pun mengangkatnya menjadi tongkat kembali seperti sedia kala. Itulah diantara mukjizat besar dari Nabi Musa yang ditampakkan di hadapan Fir’aun. Dengan sebab inilah orang-orang musyrik dan para penyihir di zaman Fir’aun beriman kepada Nabi Musa.
Para penyihir tersebut mengetahui, apa yang mereka lakukan dengan tongkat dan tali-tali mereka hingga menjadi ular hanyalah halusinasi semata, dan bukanlah kenyataan. Tongkat tetaplah tongkat, kayu tetaplah kayu, tali tetaplah tali, orang-orang yang melihatnyalah yang matanya telah tersihir, sehingga mereka melihat seakan-akan itu adalah ular yang bergerak-gerak, bahkan diantara yang tersihir adalah Nabi Musa ‘alaihissallam.
Allah mengisahkan di dalam Al-Quran bagaimana pertarungan antara Musa dengan Fir’aun beserta para penyihirnya. Allah berfirman :
قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِمَّا أَن تُلْقِيَ وَإِمَّا أَن نَّكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَىٰ (65) قَالَ بَلْ أَلْقُوا ۖ فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ (66) فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُّوسَىٰ (67) قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنتَ الْأَعْلَىٰ (68) وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا ۖ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ ۖ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَىٰ (69) فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَىٰ (70)
Mereka berkata, “Wahai Musa! Apakah engkau yang melemparkan (dahulu) atau kami yang lebih dahulu melemparkan?” 66. Dia (Musa) berkata, “Silahkan kamu melemparkan!” Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka. 67. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. 68. Kami berfirman, “Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul (menang). 69. Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka itu hanyalah tipu daya penyihir (belaka). Dan tidak akan menang penyihir, dari mana pun ia datang. 70. Lalu para penyihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, “Kami telah percaya kepada Tuhannya Harun dan Musa.” (QS Thaha : 65-70)
Nabi Musa ‘alaihissallam juga ikut tersihir sehingga dia juga melihat tongkat-tongkat dan tali-tali para penyihir tersebut sebagai ular, sehingga ia ikut ketakutan. Namun Allah kemudian menenangkannya dan menyuruhnya untuk melemparkan tongkatnya sehingga tongkatnya menjadi ular besar yang memakan ular-ular palsu tadi. Setelah melihat kejadian tersebut, para penyihir Fir’aun yang konon katanya ada ratusan atau ribuan penyihir yang saat itu bersatu menyerang Nabi Musa akhirnya semuanya beriman. Karena mereka tahu bahwasanya mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa alaihissallam yaitu tongkat yang berubah menjadi ular bukan tipuan mata atau sihir. Tongkat yang berbahan kayu tersebut benar-benar berubah menjadi ular.
Berdasarkan kisah ini juga, para ulama juga menyatakan bahwa tidak ada sihir yang benar-benar mengubah hakekat aslinya, yang ada hanyalah halusinasi dan tipuan mata semata. Orang-orang hanya dikhayalkan melalui sihirnya, dan tidak ada yang bisa mengubah hakekat aslinya sebagaimana apa yang Nabi Musa lakukan, dengan izin Allah, dapat mengubah dari unsur kayu menjadi unsur daging.
Al-Baghowi berkata :
وَالسِّحْرُ وُجُودُهُ حَقِيقَةً عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْأُمَمِ، وَلَكِنَّ الْعَمَلَ بِهِ كُفْرٌ، … وَقِيلَ: إِنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي قَلْبِ الْأَعْيَانِ فَيَجْعَلُ الْآدَمِيَّ عَلَى صُورَةِ الْحِمَارِ وَيَجْعَلُ الْحِمَارَ عَلَى صُورَةِ الْكَلْبِ، وَالْأَصَحُّ أَنَّ ذَلِكَ تَخْيِيلٌ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: “يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى” لَكِنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي الْأَبْدَانِ بِالْأَمْرَاضِ وَالْمَوْتِ وَالْجُنُونِ
“Sihir itu hakikatnya ada menurut ahlus sunnah, dan ini adalah pendapat mayoritas umat, akan tetapi mempraktikannya adalah kekufuran…, dan ada yang berpendapat bahwa sihir bisa berpengaruh merubah hakikat benda-benda, maka bisa merubah manusia menjadi bentuk keledai dan merubah keledai dalam bentuk anjing. Namun yang benar bahwa itu semua hanyalah pengkhayalan (halusinasi). Allah berfirman
يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ
“Karena sihir mereka maka dikhayalkan kepada Nabi Musa seakan-akan tongkat-tongkat dan tali-tali itu merayap cepat,” (QS Toha : 66)
Akan tetapi sihir mempengaruhi badan denga menimbulkan sakit, kematian, dan kegilaan. (Tafsiir Al-Baghowi 1/128-129)
Meskipun Musa telah mendatangan banyak mukjizan namun yang terjadi adalah Fir’aun tetap tidak beriman.
Allah berfirman :
فَكَذَّبَ وَعَصَىٰ
“Tetapi dia (Fir’aun) mendustakan dan dan mendurhakai”
ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَىٰ
“Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa)”
فَحَشَرَ فَنَادَىٰ
“Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru (memanggil kaumnya)”
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ
“(Seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi””
فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَىٰ
“Maka Allah menghukum Fir’aun dengan siksaan yang terakhir dan siksaan yang pertama”
Ada tiga pendapat di kalangan ahli tafsir mengenai apa yang dimaksud dengan siksaan pertama dan siksaan yang terakhir.
Pendapat yang pertama mengatakan bahwa siksaan yang pertama adalah siksaan di dunia dimana Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah subhanAllahu wata’ala, kemudian dimasukkan ke alam kubur dan disiksa di dalamnya dan siksaan yang terakhir adalah di neraka jahannam. Allah berfirman :
حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ . آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).” 91. Mengapa baru sekarang (kamu beriman) padahal seseungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan. (QS Yunus : 90-91)
Sehingga Allah subhanAllahu wata’ala menenggelamkan Fir’aun dan tidak menerima taubatnya, kemudian Allah menyiksanya di alam kubur. Allah berfirman:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ
“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang (di alam kubur)”
Kata para ulama, itulah sebabnya mengapa Allah berfirman pada kelanjutan ayat setelah itu:
وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“dan pada hari kiamat nanti, (Lalu kepada malaikat diperintahkan), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”.” (QS. Ghafir : 46)
Ini menunjukkan bahwa adzab di hari kiamat tidak sama dengan adzab yang sekarang mereka rasakan di alam kubur. Meskipun mereka secara dzhahir tidak dikuburkan, bahkan mayat Fir’aun sendiri diselamatkan dan tidak dimasukkan ke dalam liang lahat, tetapi mereka sekarang disiksa di alam kubur. Oleh karena itu alam kubur disebut juga dengan alam barzakh, alam barzakh adalah perantara antara alam dunia dan alam akhirat. Meskipun seseorang tidak dikubur secara dzhahir tetapi dia tetap akan masuk ke alam barzakh. Meskipun dia dimakan oleh ikan hiu, mayatnya dicincang-cincang, atau dicabik-cabik oleh hewan semisal singa atau harimau maka tetap saja ruhnya masuk ke dalam alam barzakh. Diantaranya jasad Fir’aun yang selamat dan bala tentaranya yang mati tenggelam dalam lautan tidaklah dikubur, tetapi kata Allah mereka sekarang tetap disiksa. Itulah adzab pertama yang mereka rasakan, dan adzab terakhir nanti yaitu pada hari kiamat nanti dimana Fir’aun dan para pengikutnya akan mendapatkan adzab yang lebih pedih.
Pendapat yang kedua sebagaimana pendapat sebagian sahabat mengatakan bahwa siksaan yang pertama adalah perkataan Fir’aun kepada penduduk kota Mesir dimana dia mengatakan, “Wahai penduduk Mesir, aku tidak mengetahui ada Tuhan kalian selain aku.” Allah berfirman :
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَاأَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
Dan berkata Fir´aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku” (QS Al-Qosos : 38)
Adapun siksaan yang terakhir (yang kedua) adalah atas perkataan Fir’aun أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” Dan jarak antara perkataan pertama dan perkataan kedua adalah 40 tahun. (lihat Tafsir At-Thobari 24/83-84 dan Tafsir Ibnu Katsir 8/317).
Ibnu Abbas berkata :
أَمْهَلَهُ فِي الْأُولَى، ثُمَّ أَخَذَهُ فِي الْآخِرَةِ، فَعَذَّبَهُ بِكَلِمَتَيْهِ
“Allah membiarkan Fir’aun pada perkataannya yang pertama, lalu Allah menghukumnya tatkala mengucapkan perkataannya yang kedua, maka Allah mengadzabnya dengan dua perkataannya tersebut” (Tafsiir Al-Qurthubi 19/202)
Ini menunjukan bahwa Allah membiarkan Fir’aun berbuat dzolim akan tetapi Allah tidak lalai dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ
“Sesungguhnya Allah membiarkan orang yang dzolim, hingga tatkala Allah menyiksanya makai a tidak akan lolos” (HR Al-Bukhari no 4686)
Pendapat ketiga : Siksaan yang pertama yaitu akibat pendustaannya kepada Musa, dan siksaan kedua akibat perkatannya “Aku adalah tuhan kalian yang tertinggi”. Hal ini sebagaimana dzohir ayat
“Tetapi dia (Fir’aun) mendustakan dan dan mendurhakai” lalu firman Allah berikutnya “Fir’aun (seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” (lihat Tafsir al-Qurthubi 19/202)
Ini semua memberi faidah kepada kita bahwa adzab di akhirat bukan hanya berkaitan dengan amaliah saja, bukan hanya karena merampok, berzina, mencuri seseorang itu diadzab. Tetapi sesat dalam masalah keyakinan dan perkataan pun juga akan diadzab oleh Allah subhanAllahu wata’ala.
Demikian juga menunjukan bahwa Allah jika mengadzab maka dengan detail, karenanya Allah mengadzab Fir’aun karena perkataannya yang pertama dan perkataannya yang kedua. Oleh karena itu, orang-orang kafir pun di akherat ketika diadzab akan dibedakan oleh Allah. Orang kafir yang baik, sering membantu kaum muslim, jika bertemu dengan seorang muslim dia senyum, meskipun dia tetap kekal di neraka jahannam tetapi tidak akan sama adzab yang akan didapatkan dengan orang kafir yang jahat, suka merampok, membunuh, dan suka berbuat dzhalim.
Demikian juga menunjukan bahwa manusia kesombongannya bisa bertambah-tambah. Pada awalnya Fir’aun hanya berkata : “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku” (QS Al-Qosos : 38), awalnya iapun hanya berkata
يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَٰذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
”Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai ini mengalir di bawahku, apakah kalian tidak melihat?”.” (QS Az-Zukhruf : 51)
Dan akhirnya setelah 40 tahun akhirnya ia berkata, أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ “Aku adalah tuhan kalian yang tertinggi”
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala menyebutkan hikmah menceritakan kisah Fir’aun.
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ
“Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang yang takut (kepada Allah)”
Tujuan Allah menceritakan kisah Fira’un dan bagaimana kehancurannya kepada orang-orang musyirikin adalah untuk menjelaskan bahwa orang-orang yang mengingkari hari akhirat nasibnya akan sama dengan Fir’aun yaitu akan diadzab oleh Allah subhanAllahu wata’ala. Para kaum musyrikin mengetahui tentang kisah Fir’aun karena kisah Fir’aun merupakan kisah yang masyhur. Jika mereka para musyirikin arab juga ikut mengingkari hari kebangkitan niscaya nasib mereka akan sama seperti Fir’aun.
Dan membangkitkan mereka adalah hal yang sangat mudah bagi Allah. Lebih mudah dari menciptakan langit. Allah berfirman:
أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ ۚ بَنَاهَا
“apakah penciptaan kalian yang lebih hebat, ataukah langit yang telah dibangun-Nya?”
رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا
“Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya”
Allah telah menyempurnakan bangunan langit hingga ke tujuh. Langit pertama saja tidak ada yang pernah mencapainya. Apakah penciptaaan kaum musyrikan lebih hebat ataukah penciptaan langit? Maka jika seandainya penciptaan langit lebih hebat sungguh membangkitkan manusia itu lebih mudah. Seakan-akan Allah mengatakan demikian. Al-Qurthubi berkata :
أَخَلْقُكُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ أَشَدُّ عِنْدَكُمْ وَفِي تَقْدِيرِكُمْ أَمِ السَّمَاءُ؟ وَهُمَا فِي قُدْرَةِ اللَّهِ وَاحِدٌ
“Apakah menciptakan (membangkitkan) kalian setelah kalian mati lebih susah di sisi kalian dan menurut perkiraan kalian ataukah penciptaan langit yang lebih susah?. Keduanya dalam kekuasaan Allah adalah sama mudahnya” (Tafsir Al-Qurthubi 8/329)
Kemudian Allah subhanAllahu wata’ala menyebutkan tentang kekuasaan-Nya:
وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا
“dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang)“
وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ دَحَاهَا
“dan setelah itu bumi Dia hamparkan”
أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا
“darinya Dia pancarkan mata air, dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya”
وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا
“Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh“
مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ
“(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu”
فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى
“maka apabila malapetaka besar telah datang”
Yang dimaksud dengan malapetaka besar yaitu hari kiamat. Dikatakan hari kiamat dengan kata الطَّامَّةُ yaitu mencakup seluruhnya (lihat Lisaanul ‘Arob 12/370), karena malapetaka tersebut umum meliputi segala sesuatu, tidak ada yang bisa lepas dari kedahsyatan malapetaka hari kiamat.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala beriman tentang hari itu apabila telah datang:
يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَى
“yaitu pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dia kerjakan”
Allah Subhanallahu Wata’ala mengatakan مَا سَعَى (apa yang telah dia kerjakan), مَا pada konteks ayat ini dalam bahasa arab dinamakan dengan مَا mausulah, yang dalam ilmu ushul fiqh memberikan makna keumuman. Artinya pada hari tersebut seluruh umat manusia akan mengingat seluruh perbuatan yang dia kerjakan selama di dunia. Tidak ada sedikit pun amalan yang dia luput dari mengingatnya, baik amalan kebajikan maupun amalan keburukan, meskipun sekarang ini banyak dari amal keburukan kita yang kita lupakan. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ
“Allah menghitungnya (seluruh amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya”. (QS Al-Mujadilah : 6)
Jangankan orang-orang kafir, orang-orang beriman pun sering lupa akan maksiat yang mereka lakukan. Jika ditanya sekarang berapa banyak orang yang telah kita gibahi? Kita tidak akan bisa menjawab. Jika ditanya berapa kali penglihatan haram yang telah kita lakukan? Kita tidak akan bisa menjawab. Terlalu banyak maksiat yang kita lupakan, terlalu banyak gibah yang kita lupakan, akan tetapi di akhirat kelak kita akan dibuat ingat oleh Allah Subhanallahu Wata’ala. Akan dibukakan buku catatan amal kita. Kaki-kaki akan menjadi saksi, tangan-tangan akan menjadi saksi, kulit-kulit akan berbicara, malaikat akan menjadi saksi, bumi akan menjadi saksi, maka bagaimana kita tidak akan mengingat apa yang telah kita kerjakan? Oleh karena itu, hari tersebut merupakan hari yang sangat dahsyat.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى
“dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat”
Neraka jahannam sudah diciptakan oleh Allah Subhanallahu Wata’ala sebagaimana firman-Nya :
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“… Takutlah kalian kepada neraka Jahannam yang bahan bakarnya berasal dari manusia dan batu, yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (QS Al-Baqarah : 24)
Pada hari tersebut neraka jahannam akan diperlihatkan, dalam hadist yang shahih yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لَهَا سَبْعُونَ أَلْفَ زِمَامٍ، مَعَ كُلِّ زِمَامٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ يَجُرُّونَهَ
“Jahannam akan didatangkan pada hari itu dan dia mempunyai 70 tali kekang, dan setiap tali kekang akan ditarik oleh 70.000 malaikat.” (HR. Muslim no. 2842)
Berdasarkan hadits ini jika dihitung maka jumlah malaikat yang akan menarik untuk menghadirkan neraka jahannam adalah sekitar 4 milyar 900 juta malaikat. Ini menunjukkan betapa dahsyat dan besarnya neraka jahannam. Karenanya neraka jahannam senantiasa bertanya apakah masih ada tambahan untuk mengisi neraka sebab neraka begitu luas, ada 4.9 milyar malaikat yang menariknya.
يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِن مَّزِيدٍ
(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami bertanya kepada jahannam, “Apakah kamu sudah penuh?” Ia menjawab, “Masih adakah tambahan?” (QS Qaf : 30)
Kata Allah Subhanallahu Wata’ala :
وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى
“dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat” (QS An-Nazi’at : 36)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwasanya yang melihat neraka jahannam nanti hanyalah orang-orang kafir. Berdasarkan firman Allah Subhanallahu Wata’ala ini maka pada hari tersebut neraka jahannam tidak terlihat, yang melihat hanyalah yang melihat yaitu orang-orang kafir. Tatkala mereka diperlihatkan kepada neraka jahannam beserta isinya dan segala kedahsyatannya mereka akan ketakutan, adapun orang-orang beriman tidak diperlihatkan kepada mereka neraka jahannam. Adapun pendapat lain mengatakan bahwasanya orang-orang beriman juga melihat neraka jahannam, tetapi bukan pandangan adzab. Berbeda dengan orang-orang kafir, ketika neraka jahannam dipampangkan di hadapan dia, dan dia tahu mereka akan dimasukkan ke dalamnya maka yang dia rasakan adalah ketakutan dan kengerian. Adapun orang mukmin, dengan melihat neraka jahannam akan mengantarkan mereka kepada syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah Subhanallahu Wata’ala karena telah menyelamatkannya dari adzab yang sangat pedih lagi abadi dan Allah Subhanallahu Wata’ala akan memasukkannya ke dalam surga. (lihat Tafsir al-Qurthubi 19/207)
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
فَأَمَّا مَنْ طَغَى
“maka adapun orang yang melampui batas”
وَآَثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
“dan lebih mengutamakan kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat”
Semakna dengan ayat tersebut Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman dalam ayat lain:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
“Akan tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia.” (QS Al-A’la : 16)
Inilah keadaan orang-orang kafir yang hanya beriman dengan apa yang mereka lihat, mereka tidak beriman dengan hal-hal yang ghaib. Mereka seakan-akan lalai bahwasanya ada hari akhirat yang menanti, ada adzab yang abadi dan ada pula kenikmatan yang abadi. Ketika keyakinan terhadap akhirat mulai hilang dari hati, mereka akan mendahulukan kehidupan dunia. Adapun seorang mukmin, mereka hanya menjadikan dunia sebagai sarana dan bukan sebagai tujuan, karena tidak mungkin meraih akhirat kecuali setelah melewati dunia ini. Mereka hanya menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah dan mencari akhirat. Oleh karena itu, diantara doa Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam :
وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.” (HR At-Tirmidzi no 3502 dan dihasankan oleh Al-Albani)
Seorang mukmin mencari dunia namun tidak lupa dengan akhirat. Allah Subhanallahu Wata’ala memuji seorang pedagang yang berdagang mencari nafkah namun tidak lupa dengan akhirat. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman :
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ
“Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat.” (QS An-Nur : 37)
Jual beli yang mereka lakukan tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah Subhanallahu Wata’ala dan dari mendirikan shalat. Perhatikan bahwasanya Allah Subhanallahu Wata’ala tidak sedang memuji orang-orang yang di masjid, tetapi memuji orang-orang yang berdagang. Karenanya tidak masalah apabila mencari dunia. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila shalat (jumat) telah dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah (akan tetapi) ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS Al-Jumu’ah : 10)
Oleh karena itu, dunia dicari tapi tidak menjadi tujuan. Dunia hanyalah sarana untuk mengingat akhirat. Seseorang boleh berdagang, melakukan transaksi jual-beli, mengurus anak istrinya, tetapi selayaknya aktivitas-aktivitas tersebut tidak membuat dia lalai dari mengingat Allah Subhanallahu Wata’ala.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
“maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya” .
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala menyebutkan tentang orang-orang yang masuk surga. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
“dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya”
Dia takut karena mengingat bahwasanya dia akan disidang oleh Allah Subhanallahu Wata’ala. Sebagian ahli tafsir dari kalangan salaf menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat ini yaitu seseorang yang hendak bermaksiat kemudian dia mengingat Allah Subhanallahu Wata’ala lalu berhenti dari maksiat tersebut. Ketika dia sedang bersendirian dan tidak ada yang melihatnya, maka dia akan mudah melakukan kemaksiatan namun tiba-tiba dia mengingat Allah Subhanallahu Wata’ala sehingga dia mengurungkan niatnya. Dan inilah tafsir dari firman Allah Subhanallahu Wata’ala dalam ayat yang lain
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
“Dan bagi siapa yang takut kedudukan Allah Subhanallahu Wata’ala maka baginya dua surga.” (QS Ar-Rahman : 46)
Sunggguh beruntung dan sungguh mulia orang yang takut kepada Allah Subhanallahu Wata’ala, dia mengeluarkan air mata karena takut akan yaumul hisab (hari penghitungan amal), maka orang ini dijamin surga oleh Allah Subhanallahu Wata’ala. Dia sadar bahwasanya dunia bukanlah tempat terakhir baginya melainkan nanti ada hari kebangkitan. Dia sadar bahwa banyak ujian yang Allah Subhanallahu Wata’ala berikan di dunia ini, dia tidak mengizinkan dirinya mengumbar syahwatnya, dan dia harus mengekang jiwanya dari keburukan hawa nafsunya. Dia sadar bahwa banyak perkara-perkara lezat yang harus dia tinggalkan, karena Allah Subhanallahu Wata’ala melarangnya.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“maka sungguh, surgalah tempat tinggalnya”
Setelah Allah Subhanallahu Wata’ala menyampaikan tentang kedahsyatan dan kengerian hari kiamat, Allah kemudian menyebutkan tentang orang-orang musyrikin yang bertanya-tanya kapan hari kiamat itu akan tiba. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا
“mereka bertanya kepadamu (Muhammad) kapan tiba hari kiamat?”
Pertanyaan semacam ini sebagaimana kata para ulama adalah pertanyaan ejekan kepada Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam. Andai saja hari kiamat benar-benar terjadi dengan segala kengerian dan kedahsyatannya, lantas kapankah hari kiamat? Mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini kepada Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam dalam rangka untuk mengejeknya, akan tetapi Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam tidak memperdulikan pertanyaan mereka. Namun rupanya mereka mengulangi pertanyaan-pertanyaan tersebut, menanyakan kapan terjadinya kiamat. Sampai akhirnya disebutkan oleh seorang ahli tafsir, Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam bertanya kepada Allah Subhanallahu Wata’ala tentang kapankah itu hari kiamat karena desakan orang-orang musyrikin (lihat Tafsiir al-Qurthubi 19/209). Akhirnya Allah Subhanallahu Wata’ala menjawab dengan berfirman:
فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَ
“untuk apa engkau perlu menyebutkannya (waktunya)?”
Yaitu seakan akan Allah berkata kepada Nabi, “Janganlah bertanya tentang kapan hari kiamat, sesungguhnya hal itu bukanlah urusanmu”. Seakan-akan Allah menegur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Atau maksudnya Allah mengingkari orang-orang musyrikin yang menanyakan hari kiamat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Seakan-akan Allah berkata, “Ngapain mereka bertanya-tanya tentang hari kiamat kepadamu, sementara engkau tidak mengetahuinya”. (lihat Tafsiir al-Qurthubi 19/209). Hal ini karena yang mengetahui hari kiamat hanya Allah Subhanallahu Wata’ala, tidak ada selain-Nya yang mengetahui hari kiamat bahkan malaikat Jibril pun tidak tahu. Sebagaimana dalam hadist Jibril tatkala jibril datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam kemudian bertanya kepadanya tentang kapan tibanya hari kiamat. Namun Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam menjawab bahwa yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Artinya Nabi shalallahu ‘alaihiwassallam dan malaikat jibril keduanya tidak tahu kapan hari kiamat terjadi.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا
“kepada Tuhanmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya)”
Bahwasanya ilmu tentang hari kiamat dikembalikan kepada Allah Subhanallahu Wata’ala. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman :
قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah pemberi peringatan yang menjelaskan”.” (QS Al-Mulk : 26)
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا
“Engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut akan hari kiamat tersebut”
Orang-orang kafir yang tidak takut akan hari kiamat tidak akan mendapatkan faidah dari peringatan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Yang mendapatkan faidah dari peringatan ini adalah orang yang beriman terhadap hari kiamat dan hari kebangkitan.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“pada hari ketika mereka melihat hari kiamat itu, mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari”
Tatkala mereka menyaksikan sendiri kedahsyatan hari kiamat, mereka pun mulai menyadari bahwasanya mereka akan kekal dalam nereka Jahannam dan hidup di dunia hanya sementara. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارٍ
“Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (QS Al-Ahqaf : 35)
Mereka merasa seakan-akan selama ini mereka hidup di dunia hanya sebentar saja. Hari akhirat dinamakan hari akhirat karena itu adalah hari terakhir, hari penghujung yang tidak ada lagi hari setelahnya. Seseorang yang membandingkan kehidupan yang abadi dan kekal dengan kehidupannya yang selama ini dia jalani didunia ini niscaya tidak akan bisa dibandingkan. Diibaratkan dalam matematika jika 100 tahun dibandingkan dengan kekekalan niscaya tidak akan bisa dibandingkan. Kebanyakan kita, 1/3 waktu hidupnya kita digunakan untuk tidur. Andaikan umur manusia itu 60 tahun, kemudian 1/3 waktunya digunakan untuk tidur yaitu 20 tahun. Kemudian masa kecil sampai dia dewasa 15 tahun. 60 dikurangi 20 tinggal 40, 40 dikurangi 15 tinggal 25 tahun, itulah hidup yang hakiki. Sehingga hidup yang benar-benar dia rasakan hanya sebentar. Lantas berapa tahun yang dia gunakan untuk beribadah dibandingkan untuk mencari dunia dari umurnya tersebut.
Oleh karena itu, seseorang yang cerdas akan lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Karena dia tahu kehidupan dunia hanyalah sementara. Dan kehidupan dunia baginya hanyalah sarana untuk memasuki kehidupan yang kekal lagi abadi yaitu kehidupan akhirat.
____________________
[1] Sebagaimana proses penciptaan manusia (nabi Adam ‘alaihis salaam) dimulai dari tanah (تُرَابٌ) lalu bercampur dengan air maka menjadi (طِيْنٌ) lalu dibiarkan lama sehingga berubah yang disebut dengan (حَمَأ مَسْنُوْن) setelah itu kering menjadi semacam tembikar (صَلْصَالٌ) lalu setelah itu baru ditiupkan ruh. Maka proses awal dari tanah dan diakhiri dengan ditiupkannya ruh. Adapun proses meninggalnya manusia amaka adalah sebaliknya, dimulai dengan keluarnya ruuh hingga akhirnya kembali menjadi tanah. Akan tetapi tidak semua anggota tubuh manusia berubah menjadi tanah, masih ada yang tersisa yaitu ujung tulang ekor. Dari situlah Allah menyusun kembali manusia tatkala dibangkitkan kembali pada hari kiamat.
[2] Dan ini adalah salah satu tafsiran para salaf.
أَنَّهَا خَرَجَتْ مِنْ أَمَاكِنِهَا فَنَشَبَتْ بِالْحُلُوقِ
“Yaitu jantung-jantung tersebut keluar dari tempatnya lalu nempel naik di kerongkongan” (Tafsir At-Thobari 13/712)
Post a Comment for "Tafsir Surat An-Nazi’at"