name="robots" content="index, follow" PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN TOLERANSI BERAGAM - OPERATOR MADRASAH
{getFeatured} $label={recent} $type={featured1}
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN TOLERANSI BERAGAM

Assalamu'alaikum Wr Wb

KAJIAN PUSTAKA

 

  1. Kajian Riset Terdahulu

Mendukung kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu melaksanakan kajian terhadap beberapa pustaka atau karya-karya yang sesuai dengan topik yang akan diangkat dalam penelitian. Peneliti menemukan beberapa judul penulisan karya ilmiah sebagai perbandingan atau rujukan, antara lain sebagai berikut:

Deri Pratama (2018) tesis dengan judul “Peran Tokoh Agama Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Desa Way Pantai (Studi Kepemimpinana Tokoh Agama di Desa Way Pantai Kecamatan Sumber Jaya Lampung Barat”. Fokus dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang tingkat kepemimpinan tokoh agama terhadap perilaku keagamaan pada masyarakat di Desa Way Pantai Kecamatan Sumber Jaya Lampung Barat.

Jurnal, Moh Bahruddin (2017) dengan judul “Peran Ulama Nahdlatul Ulama Dalam Menyiarkan Paham Keagamaan Moderat di Provinsi Lampung”. Dalam penelitian ini fokusnya yaitu bagaimana peran tokoh agama (Kyai) dalam meningkatkan sikap keberagaman dan bagaimana interaksi yang terjadi dalam keluarga dengan masyarakat sebagai sikap keberagaman.

Nurhayati (2018) tesis dengan judul “Toleransi Antar Umat Beragama (Studi Kasus Umat Islam dan Hindu di Kampung Lebah Kabupaten Klungkung-Bali)”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu memaparkan tentang kasus perbedaan agama di Kampung Lebah Kabupaten Klungkung-Bali, penjelasan tentang sejarah masuknya Islam di Klungkung, serta kehidupan masyarakat sekitar yang bertoleransi.

Hendri Gunawan (2015) tesis dengan judul “Toleransi Beragama Menurut Pandangan Buya Hamka dan Nurcholish Madjid”. Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan kepustakaan sehingga termasuk dalam  jenis penelitian Library Research. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Menurut peneliti ada persamaan pendapat antara Buya Hamka dan Nurcholish Madjid tentang masalah toleransi beragama. Kedua tokoh tersebut sama-sama menekankan tentang pentingnya prinsip toleransi dalam kehidupan beragama yaitu dengan menghormati kebebasan beragama. Karena dengan prinsip inilah semua pemeluk agama akan saling menghormati terhadap pemeluk agama lain.

Rochmat (2019)  tesis dengan Judul “ Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mewujudkan Sikap Keberagaman Agama Siswa (Studi Kasus Pembinaan Siswa SMU Negeri Kabupaten Wonogiri)”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang meneliti bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan sikap toleransi, terutama dilingkungan sekolah tersebut yang notabennya adalah sekolah umum, peserta didik maupun gurunya memiliki keragaman agama, bagaimana menanamkan kepada siswa untuk saling menghargai teman-teman yang berbeda agama.

 

Rochmad Nuryadin (2010), “Urgensi Dan Metode Pendidikan Toleransi Beragama”. Volume 10, No. 1, Juni 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran penting tentang pendidikan toleransi beragama untuk mencegah sikap intoleran serta memaparkan metode pendidikan toleransi. Melihat berbagai konflik umat beragama yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia pada akhir-akhir ini terutama perihal yang berkaitan dengan perbedaan pemahaman serta keyakinan. Perbedaan tersebut menyebabkan konflik yang didasari kurangnya sikap dan sifat toleransi.. Penelitian ini menggunakan metode library research dimana penelitian kepustakaan dengan pengambilan data melalui tulisan, dokumentasi, artikel maupun jurnal. Hasil penelitian pendidikan toleransi beragama sangat penting untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang aman, damai tentram, dan sejahtera. Pendidikan toleransi beragama jika diterapkan sejak dini, maka akan terbentuk karakter yang mengedepankan sikap toleransi atau tenggang rasa. Sedangkan metode pendidikan toleransi beragama bisa dilakukan melalui metode keteladanan, nasehat dan pembiasaan.

Berdasarkan beberapa temuan telaah pustaka tersebut peneliti telah  menemukan penelitian yang berkaitan dengan judul peneliti. Akan tetapi posisi penelitian peneliti terdapat perbedaan yang mendasar dengan penelitian terdahulu yaitu peneliti lebih terfokus kepada peran guru Pendidikan Agama Islam  dalam  penanaman nilai toleransi beragama.

 

 

  1. Kajian Pustaka
  1. Nilai Toleransi Beragama

Masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai pemeluk agama dan  suku bangsa yang sangat beraneka ragam. Maka, pencarian bentuk pendidikan alternatif mutlak diperlukan. Suatu bentuk pendidikan yang dapat menjaga kebudayaan masyarakat untuk generasi berikutnya, menumbuhkan rasa bersama, mengembangkan sikap saling memahami atau persahabatan yang erat serta menumbuhkan tata nilai walaupun perbedaan jelas adanya maka dengan pendidikan multikultural akan menumbuhkan sikap toleransi pada setiap siswa.

Perlu kita ketahui bahwa kata toleransi merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris Tolerance, yang artinya sikap sabar dan lapang dada (Hassan Shadily, 2018). Membiarkan, mengakui dan menghargai keyakinan orang lain. Sementara itu di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa toleransi berasal dari kata toleran berarti bersifat menghargai, membolehkan.

Kata toleransi juga berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerantia yang artinya kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran  (Zuhairi Misrawi, 2017). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa toleransi mengandung keputusan atau kesepakatan, yaitu pemberian yang hanya didasarkan kemurahan dan kebaikan hati. Toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati prinsip orang lain, tanpa mengorbankan prinsip sendiri.

Azhar Basyir (2014) menjelaskan bahwa toleransi beragama dalam Islam bukanlah dengan cara mengidentikkan bahwa semua agama sama saja karena semua agama mengajarkan kebaikan. Ajaran semacam ini menurut pandangan Islam sama sekali tidak dapat diterima. Karena Islam secara tegas telah memberikan penegasan bahwa agama yang benar di hadirat Allah hanya Islam. Tetapi Islam juga mewajibkan kepada penganutnya untuk bersikap hormat terhadap keyakinan agama lain, dan berbuat baik serta berlaku adil terhadap penganut agama lain.

Harun Nasution (2016) menyatakan bahwa toleransi beragama akan dapat terwujud apabila meliputi 5 hal sebagai berikut: Pertama, Mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain. Kedua, Memperkecil perbedaan yang ada di antara agama-agama. Ketiga, Menonjolkan persamaan yang ada didalam agama-agama. Keempat, Memupuk rasa persaudaraan. Kelima, Menjauhi praktek serang-menyerang antar agama.

Atas dasar hal yang telah dijelaskan diatas bahwa latar belakang seseorang dalam melakukan toleransi sesungguhnya bisa kita ketahui dari faktor yang mempengaruhinya, dan dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi untuk melakukan kegiatan-kegiatan toleransi dibagi menjadi dua macam yaitu :

1)    Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang asalnya dari dalam diri seseorang atau individu itu sendiri untuk bersikap toleran. Faktor ini biasanya berupa sikap dan nilai-nilai yang sudah melekat pada diri seseorang

2)    Faktor Eksternal

Faktor eksternal  adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang atau individu untuk toleran, faktor ini meliputi lingkungan disekitar termasuk orang-orang yang terdekat (Faisal Islamil, 2014:195).

Bentuk toleransi dalam hal hubungan antar agama yang di perintahkan Nabi Muhammad SAW kepada sesama kaum muslim maupun terhadapa non muslim ialah sebagai berikut:

1)    Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain

Setiap agama perjanjikan kebaikan bagi seluruh manusia tanpa pengecualian, dan setiap penganut agama meyakini sepenuhnya bahwa Tuhan yang merupakan sumber ajaran agama itu adalah Tuhan yang Maha Sempurna, Tuhan yang tidak membutuhkan pengabdian manusia. Ketaatan dan kedurhakaan manusia tidak pernah mempengaruhi ataupun menambah kesempurnaan dari Tuhan. Maka dari itu, sedemikian besarnya Tuhan sehingga manusia diberi kebebasan untuk menerima atau menolak petunjuk agama, dan karena itulah Tuhan menuntut ketulusan beribadah dan beragama dan tidak membenarkan paksaan dalam bentuk apapun, baik yang nyata maupun yang terselubung. Sesuai dengan Q.S Al-Baqarah Ayat 256

 

 

 

 

Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Q.S Al-Baqarah Ayat 256

 

2)    Tidak memusuhi orang-orang non muslim

 

 

 

Artinya : “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir karena dari negerimu sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”(QS. Al Mumtahanah : 8)

 

Islam adalah agama yang mampu menyatukan rakyat, menimbulkan rasa kasih sayang, dan semua hal tersebut dapat menciptakan tali persaudaraan diantara pemeluknya. Atas dasar itulah maka semua jenis manusia, semua warna kulit, semua bahasa dan semua agama berhak untuk mendapat perlindungan. Mereka semua merasakan di dalam satu keluarga yang mempertemukan dalam satu ikatan, ialah ikatan kemanusiaan, yang tidak mengenal perbedaan warna kulit dan dari mana berasal, karena kita semua adalah makhluk Tuhan dan berasal dari sumber yang sama. Jadi sesama umat Tuhan tidak boleh  saling memusuhi antara umat yang satu dengan yang lain karena hal tersebut tak diajarkan dalam agama apapun.

 

 

3)    Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia

Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia baik yang beragama Islam  maupun non Islam seperti yang diajarkan Rasulullah SAW akan membawa umat manusia pada kehidupan yang damai. Seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, mengenai bersikap lembut kepada sesama manusia baik yang beragama Kristen maupun beragama Yahudi.

4)    Saling menolong dengan sesama manusia

Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, kita harus berbuat baik kepada sesama manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang hakekatnya saling membutuhkan satu sama lain, maka dari itu manusia juga perlu saling menolong dengan sesamanya. Saling menolong yang dimaksud yaitu tolong–menolong dalam hal kebaikan. Sesama makhluk Tuhan tidak diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia lainnya. Tetapi selain itu juga dilarang untuk tolong -menolong dalam perbuatan yang tidak baik yaitu perbuatan keji dan munkar. Seperti difirmankan dalam QS. Al Maidah ayat 2

:

 

 

 

 

 

 

 

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya (Q.S. Al-Maidah ayat 2).

 

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa di dalam Al Quran Allah SWT  memerintahkan hamba-Nya yang beriman agar saling menolong dalam melakukan berbagai kebajikan. Dan itulah yang dimaksud dengan kata al-birr (kebajikan). Dan tolong menolonglah kalian dalam meninggalkan berbagai kemungkaran. Dan inilah yang dimaksud dengan takwa (dalam arti sempit, yakni menjaga untuk tidak melakukan kemungkaran). Dijelaskan pula bahwa manusia laki-laki maupun perempuan diciptakan untuk saling tolong menolong, tanpa membedakan jenis kelamin, agama maupun suku dan budaya. Dan tentunya tolong menolong yang diperintahkan adalah tolong menolong dalam hal kebaikan dan takwa.

Siti Rizki Utami (2018:41-43) menyatakan bahwa dalam Islam ada beberapa macam toleransi yaitu :

1)    Toleransi dalam hal aqidah atau keyakinan

Keyakinan atau aqidah adalah hal pokok dalam agama Islam. Karenanya seseorang bisa dinyatakan sebagai seorang yang kafir atau seorang muslim. Bagi seorang muslim aqidah harus dibangun atas dasar yang diterima dari sumber yang benar dari suatu keyakinan akan kebenaran yang mutlak. Hal yang demikian itu dimaksudkan agar dalam keadaan bagaiamanapun seseorang muslim tidak kehilangan identitas agamanya. Karena mempertahankan aqidah adalah wajib hukumnya bagi seorang muslim.

Salah satu bentuk toleransi dalam Islam adalah kebebasan berkeyakinan. Islam mengakui esksistensi agama lain dan memberi kebebasan kepada setiap individu untuk memeluknya. Karena toleransi dalam kehidupan beragama dapat terwujud ketika ada kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai kepercayaannya dan tidak memaksa orang lain untuk mengikuti agamanya.

Kunci dari toleransi bukanlah menghilangkan atau relativitasi ketidaksepakatan, tapi kemauan untuk menerima ketidaksepakatan dengan sikap yang saling menghormati dan meghargai. Dengan adanya kebebasan seseorang dapat memilih keyakinan secara sadar dan tanpa paksaan. Jadi karena kebebasan berkeyakinanlah seseorang muslim dituntut untuk bisa menghormati agama lain tanpa mengorbankan keyakinan.

Prinsip kebebasan beragama bukan berarti pembenaran terhadap agama lain. Kebebasan tersebut merupakan hak setiap orang dan fitrah manusia dari Tuhan, karena kebiasaan sifat manusia adalah menuhankan sesuatu. Oleh sebab itu dalam agama Islam tidak dibenarkan adanya tindakan pemaksaan untuk mengikuti sebuah keyakinan (iman) mengingat pembentukan keyakinan harus dilakukan seseorang secara sadar dengan kerelaan hati dan penuh tanggung jawab.

Bahkan selain memberi kebebasan beragama Islam juga memberi kebebasan bagi seseorang untuk tidak beragama sama sekali atau atheis. Namun perlu diketahui bahwa setiap pilihan yang diambil tersebut tentu ada konsekuensinya. Jadi, prinsip kebebasan beragama dalam Islam merupakan fitrah dan hak setiap manusia dari Tuhan untuk dipertangung jawabkan  oleh pribadi masing-masing.

2)    Toleransi dalam Ibadah (ritual keagamaan)

Ritual yang dilakukan oleh pemeluk dari setiap agama tentu saja bentuk dan caranya berbeda. Selain dari tata cara yang beragam, tempat dan waktu untuk melakukan suatu kegiatan peribadatan pun berbeda. Meskipun terkadang ada beberapa persamaan, namun sesungguhnya memiliki esensi yang tidak sama karena semuanya berangkat dari ajaran dan keyakinan yang berbeda. Dengan demikian sebagai uamat beragama harus memahami bahwa masing-masing agama mempunyai ajaran yang berbeda dalam tata cara peribadatan. Semua itu merupakan ciri khas dan kepribadian dari masing-masing  umat beragama itu sendiri. Oleh karena itu tidak diperbolehkan mencampur adukkan antar ajaran agama yang berbeda. Dalam hal ini masing-masing agama harus mempunyai sikap setuju dalam perbedaan.

Kebebasan masyarakat untuk melakukan hal ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan adalah hal yang sejalan dengan toleransi dalam Islam. Al Qur’an sebagai kitab suci agama Islam tidak hanya memberi kebebasan tersebut bahkan juga memberi penghormatan yang wajar terhadap kegiatan ritual agama yang lain.

3)    Toleransi dalam hubungan sosial

Sebagai makhluk sosial tentunya manusia tidak pernah bisa hidup sendiri. Kehidupan sosial tidak akan dapat dipisahkan dari agama Islam meskipun dalam hal ini umat Islam bisa bersikap lebih menerima kepada umat yang beragama lain dengan berpegang teguh pada ketentuan yang ada. Pergaulan dan interaksinya dalam hubungan sosial dengan umat yang beragama lain tidak dilarang asalkan tidak melanggar ketentuan tersebut.

Islam memberi perintah pada umat nya untuk berbuat baik, menyebarkan kasih sayang, saling membantu dan berbuat adil. Semua hal tersebut tidak dilaksanakan atau ditunjukkan kepada umat muslim saja bahkan kepada non muslim juga. Karena toleransi antar umat beragama dalam mualamah duniawi memang dianjurkan supaya tolong menolong, hidup dalam kerukunan tanpa memandang perbedaan suku ,agama, bahasa dan ras.

Beberapa literatur maupun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai toleransi, sebagai contoh yaitu penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun 2010 menyatakan pendapat bahwa terdapat dua jenis intoleransi, yaitu intoleransi aktif dan intoleransi pasif. Intoleransi aktif ialah suatu kondisi dimana seseorang tidak bisa menerima perbedaan dan melakukan tindakan kekerasan untuk menunjukan ekspresi ketidaksukaan terhadap perbedaan. Sedangkan intoleransi pasif ialah kondisi dimana seseorang tidak bisa menerima perbedaan karena adanya konsekuensi sosial dan memiliki gagasan yang menganggap bahwa kelompok lain salah, namun tidak terwujud dalam bentuk tindakan.

Pancasila menjadi landasan dalam penanaman atau pelaksanaan nilai toleransi di Indonesia. Hal ini tidak dapat terlepas dari 5 pilar pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Temasuk menyiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang dapat menjunjung tinggi nilai toleransi. Yaitu warga negara yang mempunyai kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat termasuk di dalamnya nilai-nilai toleransi untuk dapat ikut serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Perwujutan kerukunan dan toleransi beragama dapat direalisasikan dengan cara sebagai berikut ; Pertama, setiap penganut agama mengakui keberadaan agama yang lain dan menghormati segala hak asasi pengikutnya. Kedua, dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan umat beragama menekankan sikap saling mengerti, menghormati, dan menghargai. Sehingga kerukunan dan toleransi ditumbuhkan oleh kesadaran yang bebas dari segala macam bentuk tekanan atau terhindar dari sifat munafik (Sarjuni, dan Didiek, 2016).

  1. Arti Penting Toleransi Beragama

Penduduk di Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan penduduk yang memiliki agama. Karenanya, kehidupan seseorang, masyarakat, serta negara didasari pada ajaran agama serta kepercayaan. Bahkan secara politispun kehidupan bernegara juga berdasar pada nilai-nilai dengan bersumber dari ajaran agama. Salah satunya ayat yang menjadi dalil atau landasan dalam bersikap tasamuh atau toleransi yaitu terdapat dalam QS. Al Hujurat ayat 13

 

 

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujurat: 13)

 

Ayat tersebut menganjurkan adanya suatu interaksi antar sesama manusia tanpa melihat perbedaan jenis kelamin, bangsa atau negara, dan suku diantara mereka, bahkan ayat ini memaksa kita agar segera menciptakan suatu masyarakat dunia yang terintegrasi agar tercipta kehidupan yang damai tanpa mempermasalahkan perbedaan (Sri Mawarti, 2017:78)

Menurut Sarjuni, dan Didiek (2016) dalam toleransi beragama terdapat tiga poin pokok dalam bertoleransi beragama, pertama tentang aqidah, kedua tentang ibadah dan yang ketiga tentang muamalah.

1)    Didalam agama Islam tidak ada toleransi dalam hal aqidah

Jika dalam aspek sosial kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, umat Islam boleh saling tolong menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang non Islam, tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak diperbolehkan adanya toleransi antara umat Islam dengan orang-orang non Islam

Rasulullah SAW tatkala diajak bertoleransi dalam masalah aqidah oleh orang-orang kafir, yaitu supaya pihak kaum Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk menolak tawaran tersebut karena orang-orang kafir sengaja melakukannya sebab mereka ingin menghancurkan prinsip dasar Aqidah Islamiyah . Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman dalam QS.Al Kafirun ayat 1-6.

2)    Toleransi dalam Ibadah

Ibadah adalah kebutuhan non-fisik paling utama bagi setiap umat beragama. Bahkan, menurut pandangan para sufi, ibadah sudah seperti makanan dan minuman bagi tubuhnya. Batin juga membutuhkan asupan, yaitu ibadah. Tanpa ibadah, seorang sufi akan “mati” meskipun ia masih bernyawa. Oleh karena itu, adanya pembatasan dan pelarangan terhadap aktifitas ibadah atau akses pada rumah ibadah merupakan salah satu kejahatan paling mendasar terhadap hak manusia, dalam hal ini umat beragama.

3)    Toleransi dan mu’amalah dengan antar umat beragama

Mu’amalah adalah aturan atau ketentuan hukum Allah untuk mengatur manusia  kaitannya dengan urusan duniawi didalam pergaulan sosial. Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat diartikan sebagai sebuah sikap untuk bisa hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan atau ibadah masing-masing, tanpa ada paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain.

Hal itu dalam tingkat praktek-praktek sosial bisa dimulai dari sikap yang baik dalam hidup bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam praktek sosial, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak seiman. Sikap toleransi itu dicerminkan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong.

Toleransi dalam beragama juga dapat dipahami melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung pada tanggal 9 juni 2008. Adapun poin-poin yang  terdapat didalam SKB 3 menteri:

1)    Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

2)    Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

3)    Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

4)    Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).

5)    Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

6)    Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.

7)    Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Menurut Yulia Gunardi (2017) ada dua alasan yang melatar belakangi dikeluarkanya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri, terhadap jamaat Ahmadiyah yaitu:

1)    Ahmadiyah sudah mengganggu ketertiban umam dan meresahkan umat Islam, padahal kerukunan hidup umat beragama merupakan syarat mutlak bagi persatuan dan kesatuan bangsa serta pemantapan stabilitas nasional dan keamanan nasional. Demi menjaga stabilitas nasional dan demi tegaknya kerukunan umat beragama , maka pemerintah perlu mengeluarkan SKB 3 menteri ini guna menciptakan kerukunan, tenggang rasa, dan saling menghormati antar umat beragama sesuai jiwa Pancasila.

2)    Dalam rangka usaha memantapkan kerukunan hidup beragam pemerintah berkewajiban untuk melindungi setiap agama yang diakui. Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 29 UUD 1945 maka Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masung dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu tanpa diganggu oleh orang atau kelompok agama lain.

Terjadinya konflik sosial yang berlindung di bawah bendera agama atau mengatas namakan kepentingan agama bukanlah merupakan keputusan dari doktrin agama, kerena setiap agama mengajarkan kepada umatnya tentang sikap toleransi dan menghormati sesama. Sehingga kita sebagai umat beragama diharapka bisa membangun sebuah tradisi wacana keagamaan yang menghargai keberadaan agama lain, dan bisa menghadirkan wacana agama yang toleransi serta transformatif (Nurkholis Majid, 2016).

Seperti halnya yang ditegaskan dalam QS. Al Kafirun ayat 1-6 yang artinya :

“Katakalah: Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

 

QS. Al-Kafirun tersebut menunjukan bahwa Allah SWT, telah menunjukan kepada umatnya agar selalu dapat bertoleransi dalam masalah agama. Toleransi disini adalah dengan menganut agama masing-masing.

Toleransi berarti menjadi terbuka dan menerima keindahan berbedaan, sedangkan bibit toleransi adalah cinta yang dialiri oleh kasih sayang dan perhatian. Toleransi adalah menghargai individualitas dan perbedaan sambil menghilangkan topeng-topeng pemecah belah dan mengatasi ketegangan akibat kekacauan (Diana Tillman, 2014).

 

 

  1. Tujuan Pendidikan dalam Pendidikan Toleransi Beragama

Nilai-nilai yang melekat pada diri setiap insan manusia mencerminkan kualitas dari orang tersebut, hal ini dikarenakan keyakinan yang menjadi dasar pemikiran seorang individu disebut dengan nilai. Terdapat nilai-nilai dalam pendidikan toleransi yang perlu untuk dikembangkan dalam dunia pendidikan dengan tujuan sebagai berikut :

1)    Belajar dalam Perbedaan

Sikap toleransi dalam diri individu tidak akan muncul begitu saja, tapi terbentuk melalui proses yang tidak singkat. Belajar dalam perbedaan diartikan menyadari bahwasannya masing – masing  individu mempunyai latar belakang yang berbeda, baik ditinjau dari segi bahasa, etnis atau suku, agama, daerah, budaya serta hal yang lain. Karenanya untuk dapat hidup bersama diantara pebedaan ataupun antar agama siswa harus menyadari bahwa seseorang memiliki latar belakang yang berbeda.

Pendidikan merupakan penopang proses dan produk pendidikan nasional yang seharusnya mampu mengajarkan praktik toleransi ini. Ketika pelaksanaan proses pendidikan meliputi proses praktik pengembalian bersikap toleransi, empati ataupun simpati, yang mana semua itu merupakan syarat utama bagi keberhasilan toleransi pada agama yang beragam.

2)    Membangun Saling Percaya

Modal sosial yang paling penting dalam penguatan masyarakat adalah adanya rasa saling percaya, karena tanpa adanya rasa percaya tentunya akan sering terjadi prasangka buruk dalam hidup bermasyarakat. Di dalam hidup bermasyarakat, jika kita berharap orang lain berlaku tanggungjawab, jujur, menghargai, dan lainnya, maka diperlukan rasa saling percaya satu sama lain. Rasa saling mempercayai dibutuhkan agar kita tidak mudah curiga, bisa menghargai pendapat orang lain, dan bebas dari prasangka buruk. Karena prasangka buruk, atau selalu merasa harus hati-hati terhadap pemeluk agama lain ini akan menimbulkan kecurigaan, yang bisa saja mengarah pada ketegangan sosial serta konflik antar agama yang berdampak pada kekerasan antar anggota masyarakat. Maka dari itu perlu adanya rasa saling percaya dalam hidup bermasyarakat dengan menanamkan dan melaksanakan nilai toleransi beragama.

3)    Memelihara Rasa Saling Pengertian

Suatu kesadaran bahwa nila-nilai mereka dengan kita berbeda merupakan rasa saling mengerti dan memahami. Mengerti atau memahami bukan berarti serta merta menyetujui. Dengan adanya rasa saling pengertian memungkinkan kita untuk bersama-sama memberikan peran serta dan sembangsih kepada hubungan yang dinamis dalam hidup. Pendidikan Agama punya kewajiban dalam memahamkan siswa supaya bisa saling memahami diantara masyarakat beragama dan berbudaya yang multikultural, sebagai bentuk dari kepedulian bersama. Adanya sikap saling menghormati pada kegiatan-kegiatan keagamaan antara satu sama lain, seperti pesantren kilat, Idul Qurban, kegiatan Ramadhan, dan kegiatan keagamaan masing-masing agama.

4)    Menjunjung Tinggi Sikap Saling Menghargai

Nilai yang dikandung secara umum oleh semua agama di dunia tanpa ada pengecualian yaitu menghargai dan menghormati. Menjunjung tinggi sikap saling menghargai menjadikan individu atau manusia pada posisi yang sama, tidak ada yang disuperioritaskan ataupun inferioritas. Pendidikan Agama Islam menumbuh kembangkan usaha sadar bahwa sebuah ketentraman ini membutuhkan saling menghargai terhadap penganut agama yang berbeda, sebab dengan itu kita bisa  siap untuk hidup berdampingan dan siap menjadi pendengar dengan prespektif yang berbeda diagama lain. (Zakiyuddin Baidhawi, 2017:78-83).

Toleransi merupakan suatu sikap serta tidakan saling menghargai perbedaan (agama, suku atau etnis, sikap, budaya, bahasa, pendapat) orang lain yang memiliki perbedaan dengan diri sendiri. Pendidikan Agama Islam didesain dalam proses dengan sistem semacam ini, dengan harapan akan bisa menciptakan proses pembelajaran dikalangan siswa yang mampu menumbuh kembangkan kesadaran dalam perbedaan. Jika sistem seperti ini bisa dilaksanakan dengan baik, dalam kehidupan yang penuh toleransi, damai, serta tanpa konflik, harapan tersebut akan cepat terwujud. Sebab pendidikan adalah media dengan perencanaan yang sangat sistematis, luas dalam penyebarannya, serta dapat dinilai amat efektif dalam rangka pelaksanaannya.

Dalam keanekaragaman suku bangsa, budaya, etnis dan agama, rakyat Indonesia terbukti mampu bersatu menjadi suatu bangsa dan negara yang utuh hingga kini. Maka, agar keutuhan dan persatuan bangsa ini senantiasa  terjaga, toleransi merupakan sikap yang paling dituntut dari setiap warga Indonesia. Menurut pendapat dari Franz-Magnis Suseno toleransi diartikan sebagai sikap menerima dengan sepenuh hati akan keberadaan setiap warga Indonesia dengan seluruh perbedaan latar belakang agama, suku bangsa dan budaya yang dimilikinya. Dalam artian tersebut, keharmonisan dalam hidup yang beragam hanya mungkin terwujud jika sikap toleransi diterapkan secara konsisten. Bahkan lebih dari itu, toleransi merupakan suatu kebiasaan; sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yang menerima keberagaman dengan penuh ketulusan. Toleransi merupakan gaya hidup yang menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia (Suseno : 2013).

Sekali lagi, dalam keberagaman hidup, toleransi menjadi suatu persyaratan yang wajib dipenuhi demi untuk memelihara dan melindungi  keberagaman dan persatuan. Dengan kata lain, persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini hanya akan terjaga jika keberagaman identitas dasar setiap warga Indonesia sepenuhnya diakui dan diberi ruang untuk mengembangkan diri.Kondisi itu sepenuhnya bergantung kepada kesadaran setiap warga Indonesia untuk terus bersikap toleran. Artinya, semangat menerima perbedaan dalam sikap toleransi adalah sebuah modal dasar bagi setiap individu yang dengan segenap keunikan identitasnya mampu hidup dengan baik dan merealisasikan dirinya.

Akan tetapi, pokok pengertian toleransi pada tingkatan penerimaan oleh salah satu pihak, jika dicermati lebih teliti, tidaklah mencukupi. Terciptanya harmoni karena salah satu pihak menerima keberadaan yang lain, harus pula diimbangi dengan sikap menghargai penerimaan yang diperoleh dari pihak lainnya. Masing-masing pihak perlu saling menerima keberagaman dan di situlah letak kekuatan toleransi yang sebenarnya supaya bisa membuahkan kehidupan bersama yang selaras. Hal itu pula yang menjelaskan mengapa toleransi menjadi sikap mendasar yang harus selalu ada dalam hidup keberagaman. Akan tetapi, dalam arus yang sebaliknya, toleransi tidak akan bermakna apapun dan kehilangan daya relevansinya jika yang dituntut adalah keseragaman dan kesamaan identitas.

Toleransi, tidak cukup diidentifikasi sebagai sebuah sikap, melainkan suatu kesadaran: suatu cara berpikir yang kekhasannya terletak pada kemauan untuk saling menerima dan menghormati perbedaan. Toleransi sangat memerlukan sarana edukasi agar terus terbina sebagai kepribadian khas bangsa Indonesia yang secara konsisten harus ditanamkan kepada setiap generasi penerus bangsa untuk menjamin persatuan bangsa dan Negara Indonesia . Hal penting yang sama sekali tidak bisa diabaikan.

Sikap toleran dalam penerapannya tidak hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi, sosial dan politik yang berbeda. Toleransi itu sesungguhnya banyak penafsiran, banyak pemahaman oleh karena itu berbagai persepsi juga mengenai bagaimana bentuk dari toleransi beragama yang dilakukan. Said Agil Husein Al Munawar (2014:14) menjelaskan dalam bukunya bahwa ada dua macam toleransi yaitu toleransi statis dan toleransi dinamis. Toleransi statis ialah toleransi dingin yang tidak melahirkan kerjasama dan hanya bersifat teoritis. Jadi dalam hal ini toleransi hanya sekedar menjadi  anggapan masyarakat yang tahu secara idealis namun tidak pada penerapanya. Toleransi dinamis ialah toleransi yang aktif melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat beragama bukan hanya dalam bentuk teori saja, tetapi juga sebagai cerminan dari kebersamaan umat beragama sebagai satu bangsa. Toleransi dibagi menjadi dua macam yaitu:

1)    Toleransi terhadap sesama muslim

Agama Islam adalah agama yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin. Oleh karena itu di dalamnya selalu mengajarkan tentang tenggang rasa, memberi kebebasan berpikir, berpendapat dan saling cinta kasih diantara sesama manusia dan sesama muslim pada khususnya.

2)    Toleransi terhadap non muslim

Bagi agama Islam dalam kaitannya dengan pemeluk agama lain, terciptanya rasa saling menghormati, saling menghargai, dan rasa kasih sayang, serta rasa damai, rukun, tidak terpecah belah, sehingga terwujudnya keharmonisan dalam bermasyarakat merupakan sesuatu yang harus diupayakan secara maksimal antara umat muslim dengan non muslim.

Seperti sudah dijelaskan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, antara sesama muslim dan terhadap non muslim. maka dari itu sudah jelaslah dalam kehidupan beragama harus memperlakukan semua pemeluk agama dengan baik.

Toleransi dan kerukunan hidup yang tercipta di dalam hidup manusia merupakan faktor yang sangat penting dan srategis, karena tanpa adanya toleransi dan kerukunan hidup maka hubungan antar manusia akan menjadi rawan dan mudah terganggu, dan gangguan ini akan mengakibatkan terjadinya ketidak teraturan dan kedaiaman hidup.

  1. Peran Guru PAI dalam Pendidikan Toleransi Beragama

Peran Guru mempunyai dampak terhadap peran dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Guru mempunyai satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak dapat terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut adalah kemampuan interaktif, antara yang satu dengan yang lain tidak terpisahkan. Seorang yang dapat mendidik, tetapi tidak memiliki kemampuan membimbing, mengajar, dan melatih, ia tidaklah dapat disebut guru yang paripurna. Selanjutnya, seorang yang memiliki kemampuan mengajar, tetapi tidak memiliki kemampuan mendidik, membimbing, dan melatih, juga tidak dapat disebut sebagai guru sebenarnya. Guru memiliki kemampuan keempat empatnya secara paripurna. Keempat kemampuan tersebut secara terminologis akademis dapat dibedakan antara satu dengan yang lain. Namun, dalam kenyataan praktek dilapangan keempatnya harusnya menjadi satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan (Suparlan, 2008).

Dalam Literatur Pendidikan Islam, seorang guru atau pendididk bisa disebut sebagai ustadz, mu’alim, murabbiy, mursyid, muddaris, dan mu’addib. Ustadz bisa digunakan untuk memanggil Seorang Profesor. Ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, apabila pada dirinya melekat sikap dedikasi yang tinggi pada tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap selalu berusaha memperbaiki dan memperbarui model-model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya (Muhaimin, 2012).

Seorang guru harus mampu untuk mengajarkan dugaan ilmu pengetahuan dan hikmah atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat bagi peserta didiknya. Seorang guru berperan untuk mencerdaskan anak didiknya, menghilangkan ketidak tahuan dan memberantas kebodohan mereka, serta melatih melatik kemampuan mereka sesuai dengan bakat peserta didik dan minat peserta didik. Mampu menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masyarakat. Serta mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhai Allah.

Seorang guru harus berperan baik dan juga harus menjadi teladan serta panutan baik bagi siswanya, dalam hubungan ini pendidik harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam sebagai basis pendidikan moral harus dilakukan oleh guru yang meyakini, mengamalkam, dan menguasai materi moral, sekaligus mampu mengembangkan pola pengajaran mengefektifkannya. Dengan demikian, pendidik merupakan figur yang memiliki peran dalam membentuk budi pekerti manusia kearah pendewasaan dan peradaban. Guru tidak berperan dalam satu aspek saja, tetapi dalam segala aspek kehidupan guna membentuk sumber daya manusia yang handal (Minarti, 2013).

Peran guru sangatlah penting, karena seorang guru harus memberikan sikap yang baik agar bisa dicontoh dan ditiru oleh peserta didiknya, terutama guru PAI yang mana harus memiliki adab dan etika yang sangat baik agar bisa ditiru siswanya. Tidak hanya ketika mengajar didalam kelas, tetapi juga kegiatan diluar kelas dimana seorang guru harus memberikan sikap baik agar siswa meniru dan bisa menjadi contoh yang baik yang mampu membawa siswa memahami serta menjalankan nilai-nilai agama yang dipelajarinya. Harus melayani siswa dengan baik, selain itu memiliki kewajiban untuk pembinaan toleransi di sekolah maupun masyarakat ketika bersosialisasi.

Saat ini peran guru masih sangat penting, walaupun ditengah arus kemajuan ilmu dan teknologi yang kian pesat seperti laju informasi yang bisa langsung diterima, bukan dari guru melainkan dari alat-alat canggih seperti Internet, dalam hal ini guru dituntut dapat memerankan perannya sesuai dengan kebutuhan ataupun tuntutan masyarakat. Dalam pelaksanaan tugasnya, seorang guru mempunyai tanggung jawab yang utama. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Maka dari itu gurulah yang memiliki peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa (Hawi, 2010).

Dari pengertian diatas peran guru, dalam mendidik dan mengarahkan pemahaman siswa dalam meningkatkan pembelajaran dengan:

1)    Peran Guru Sebagai Motivator

Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong siswa agar bergairah dalam belajar. Dalam upaya memberikan motivasi guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi siswa malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat evektif bila dilakukan dengan memperrhatikan kebutuhan siswa. Penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan belajar dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada siswa untuk lebih bergairah dalam belajar. Peran guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan pendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performa dalam personalisasi dan sosialisasi diri (Djamarah, 2010).

2)    Peran guru PAI sebagai pembimbing siswa di Sekolah

Sebagai pembimbing seorang guru harus memiliki kemampuan untuk dapat membimbing siswa, memberikan dorongan psikologis agar siswa dapat menempilkan faktor-faktor internal dan faktor eksternal yang akan mengganggu dalam proses pembelajaran, di dalam maupun di luar sekolah, serta memberikan arah dan pembinaan karir siswa sesuai dengan bakat dan kemampuan siswa.

3)    Peran Guru PAI sebagai Evaluator

Peran seorang guru dalam mengevaluasi atau menilai peserta didik sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik, penilaian bisa dilakukan di dalam maupun diluar kelas, dalam proses belajar didalam kelas maupun diluar kelas. Penilaian pembelajaran didalam kelas meliputi tiga aspek yaitu kongnitif, afektif, dan pesikimotor (Kunandar, 2007).

  1. Kerangka Berpikir

Toleransi merupakan sikap menghargai dan menghormati sebuah keyakinan agama lain selain agama Islam. Toleransi beragama mempunyai sikap lapang dada seseorang yang mencakup masalah keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau berhubungan dengan ketuhanan yang diyakininya. Hakikat toleransi pada dasarnya adalah sebuah usaha kebaikan yang mengkhususkan pada kemajemukan agama yang memiliki tujuan yang luhur demi tercapainya sebuah kerukukunan baik sesama agama maupun agama lain.

Terkait dengan persoalan sikap toleransi antar umat beragama, sesungguhnya yang telah mengajarkan cara saling menghargai perbedaan-perbedaan terhadap umat beragama. Adapun landasan teologis dari toleransi telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an yang terdapat dalam surat Al Kafirun ayat 6 dan surat Al Baqarah ayat 256 yang menegaskan tentang prinsip kebebasan dan toleransi beragama, kemudian surat Al Hujurat ayat 13. Dalam konteks sikap toleransi antar umat beragama islam memiliki sikap yang sangat jelas yaitu “Tidak ada paksaan dalam beragama”, kemudian “bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”, hal tersebut di jelaskan dalam Al Qur’an yang merupakan contoh dari toleransi dalam agama Islam. Memiliki rasa saling toleransi antar umat beragama adalah sesuatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan kita. Karena toleransi beragama memiliki tujuan dan fungsi yang kuat untuk kemaslahatan yang akan dirasakan oleh masyarakat.

Untuk memberikan pemahaman tentang nilai-nilai toleransi, ulama setempat memiliki peran yang sangat penting dalam menanamkan prinsip-prinsip toleransi beragama kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan ulam memiliki kewibawaan yang mampu mengendalikan perilaku umat beragama. Para tokoh agama sangat berpengaruh dalam membentuk sikap toleransi antar umat beragama, karena dengan memberikan pemahaman dan pengajaran yang baik akan mewujudkan sikap toleransi antar umat beragama. Setiap ulama harus bersikap moderat dan tidak diskriminatif dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan yang ada, dan menyadari pula bahwa kita adalah bersaudara. Maka, dengan menerapkan sikap toleransi tersebut bertujuan untuk mewujudkan sebuah persatuan antar sesama tanpa mempersalahkan latar belakang agamanya.

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2.1. Kerangka Berfikir 
Wa'alaikumsalam Wr Wb Join Telegram https://t.me/opm_madrasah

Post a Comment for "PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN TOLERANSI BERAGAM"