PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN TOLERANSI BERAGAM
KAJIAN PUSTAKA
- Kajian
Riset Terdahulu
Mendukung kegiatan
penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu melaksanakan kajian
terhadap beberapa pustaka atau karya-karya yang sesuai dengan topik yang akan diangkat
dalam penelitian. Peneliti menemukan beberapa judul penulisan karya ilmiah
sebagai perbandingan atau rujukan, antara lain sebagai berikut:
Deri Pratama
(2018) tesis dengan judul “Peran Tokoh Agama Terhadap Perilaku Keagamaan
Masyarakat Desa Way Pantai (Studi Kepemimpinana Tokoh Agama di Desa Way Pantai
Kecamatan Sumber Jaya Lampung Barat”. Fokus dari penelitian ini adalah
memperoleh gambaran tentang tingkat kepemimpinan tokoh agama terhadap perilaku
keagamaan pada masyarakat di Desa Way Pantai Kecamatan Sumber Jaya Lampung
Barat.
Jurnal, Moh
Bahruddin (2017) dengan judul “Peran Ulama Nahdlatul Ulama Dalam Menyiarkan
Paham Keagamaan Moderat di Provinsi Lampung”. Dalam penelitian ini fokusnya
yaitu bagaimana peran tokoh agama (Kyai) dalam meningkatkan sikap keberagaman
dan bagaimana interaksi yang terjadi dalam keluarga dengan masyarakat sebagai
sikap keberagaman.
Nurhayati (2018)
tesis dengan judul “Toleransi Antar Umat Beragama (Studi Kasus Umat Islam dan
Hindu di Kampung Lebah Kabupaten Klungkung-Bali)”. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif, yaitu memaparkan tentang kasus perbedaan agama di Kampung
Lebah Kabupaten Klungkung-Bali, penjelasan tentang sejarah masuknya Islam di
Klungkung, serta kehidupan masyarakat sekitar yang bertoleransi.
Hendri Gunawan
(2015) tesis dengan judul “Toleransi Beragama Menurut Pandangan Buya Hamka dan
Nurcholish Madjid”. Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan
kepustakaan sehingga termasuk dalam jenis penelitian Library Research. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Menurut peneliti ada persamaan
pendapat antara Buya Hamka dan Nurcholish Madjid tentang masalah toleransi
beragama. Kedua tokoh tersebut sama-sama menekankan tentang pentingnya prinsip
toleransi dalam kehidupan beragama yaitu dengan menghormati kebebasan beragama.
Karena dengan prinsip inilah semua pemeluk agama akan saling menghormati
terhadap pemeluk agama lain.
Rochmat
(2019) tesis dengan Judul “ Peran Guru
Pendidikan Agama Islam Dalam Mewujudkan Sikap Keberagaman Agama Siswa (Studi
Kasus Pembinaan Siswa SMU Negeri Kabupaten Wonogiri)”. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, yang meneliti bagaimana peran guru Pendidikan
Agama Islam dalam menanamkan sikap toleransi, terutama dilingkungan sekolah
tersebut yang notabennya adalah sekolah umum, peserta didik maupun gurunya
memiliki keragaman agama, bagaimana menanamkan kepada siswa untuk saling
menghargai teman-teman yang berbeda agama.
Rochmad
Nuryadin (2010), “Urgensi Dan Metode Pendidikan Toleransi Beragama”. Volume 10,
No. 1, Juni 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
penting tentang pendidikan toleransi beragama untuk mencegah sikap intoleran
serta memaparkan metode pendidikan toleransi. Melihat berbagai konflik umat
beragama yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia pada akhir-akhir
ini terutama perihal yang berkaitan dengan perbedaan pemahaman serta keyakinan.
Perbedaan tersebut menyebabkan konflik yang didasari kurangnya sikap dan sifat
toleransi.. Penelitian ini menggunakan metode library research dimana
penelitian kepustakaan dengan pengambilan data melalui tulisan, dokumentasi,
artikel maupun jurnal. Hasil penelitian pendidikan toleransi beragama sangat
penting untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang aman, damai tentram, dan
sejahtera. Pendidikan toleransi beragama jika diterapkan sejak dini, maka akan
terbentuk karakter yang mengedepankan sikap toleransi atau tenggang rasa.
Sedangkan metode pendidikan toleransi beragama bisa dilakukan melalui metode
keteladanan, nasehat dan pembiasaan.
Berdasarkan
beberapa temuan telaah pustaka tersebut peneliti telah menemukan penelitian yang berkaitan dengan
judul peneliti. Akan tetapi posisi penelitian peneliti terdapat perbedaan yang
mendasar dengan penelitian terdahulu yaitu peneliti lebih terfokus kepada peran
guru Pendidikan Agama Islam dalam penanaman nilai toleransi beragama.
- Kajian
Pustaka
- Nilai
Toleransi Beragama
Masyarakat di Negara Kesatuan Republik
Indonesia terdiri dari berbagai pemeluk agama dan suku bangsa yang sangat beraneka ragam. Maka,
pencarian bentuk pendidikan alternatif mutlak diperlukan. Suatu bentuk
pendidikan yang dapat menjaga kebudayaan masyarakat untuk generasi berikutnya,
menumbuhkan rasa bersama, mengembangkan sikap saling memahami atau persahabatan
yang erat serta menumbuhkan tata nilai walaupun perbedaan jelas adanya maka
dengan pendidikan multikultural akan menumbuhkan sikap toleransi pada setiap
siswa.
Perlu kita ketahui bahwa kata toleransi
merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris Tolerance, yang artinya sikap sabar dan lapang dada (Hassan
Shadily, 2018). Membiarkan, mengakui dan menghargai keyakinan orang lain. Sementara
itu di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa toleransi
berasal dari kata toleran berarti bersifat menghargai, membolehkan.
Kata toleransi juga berasal dari bahasa
Latin, yaitu tolerantia yang artinya
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran (Zuhairi Misrawi, 2017). Oleh karena itu,
dapat dipahami bahwa toleransi mengandung keputusan atau kesepakatan, yaitu
pemberian yang hanya didasarkan kemurahan dan kebaikan hati. Toleransi terjadi
dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati prinsip orang
lain, tanpa mengorbankan prinsip sendiri.
Azhar Basyir (2014) menjelaskan bahwa
toleransi beragama dalam Islam bukanlah dengan cara mengidentikkan bahwa semua
agama sama saja karena semua agama mengajarkan kebaikan. Ajaran semacam ini
menurut pandangan Islam sama sekali tidak dapat diterima. Karena Islam secara
tegas telah memberikan penegasan bahwa agama yang benar di hadirat Allah hanya
Islam. Tetapi Islam juga mewajibkan kepada penganutnya untuk bersikap hormat
terhadap keyakinan agama lain, dan berbuat baik serta berlaku adil terhadap
penganut agama lain.
Harun Nasution (2016) menyatakan bahwa
toleransi beragama akan dapat terwujud apabila meliputi 5 hal sebagai berikut:
Pertama, Mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain. Kedua,
Memperkecil perbedaan yang ada di antara agama-agama. Ketiga, Menonjolkan
persamaan yang ada didalam agama-agama. Keempat, Memupuk rasa persaudaraan.
Kelima, Menjauhi praktek serang-menyerang antar agama.
Atas dasar hal
yang telah dijelaskan diatas bahwa latar belakang seseorang dalam melakukan toleransi sesungguhnya bisa kita ketahui dari faktor
yang mempengaruhinya, dan dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi
untuk melakukan kegiatan-kegiatan toleransi dibagi menjadi dua macam yaitu :
1) Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang asalnya dari dalam diri
seseorang atau individu itu sendiri untuk bersikap toleran. Faktor ini biasanya
berupa sikap dan nilai-nilai yang sudah melekat pada diri seseorang
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor
yang berasal dari luar diri seseorang atau individu untuk toleran, faktor ini
meliputi lingkungan disekitar termasuk orang-orang yang terdekat (Faisal
Islamil, 2014:195).
Bentuk
toleransi dalam hal hubungan antar agama yang di perintahkan Nabi Muhammad SAW kepada
sesama kaum muslim maupun terhadapa non muslim ialah sebagai berikut:
1)
Tidak
boleh memaksakan suatu agama pada orang lain
Setiap
agama perjanjikan kebaikan bagi seluruh manusia tanpa pengecualian, dan setiap
penganut agama meyakini sepenuhnya bahwa Tuhan yang merupakan sumber ajaran agama
itu adalah Tuhan yang Maha Sempurna, Tuhan yang tidak membutuhkan pengabdian
manusia. Ketaatan dan kedurhakaan manusia tidak pernah mempengaruhi ataupun
menambah kesempurnaan dari Tuhan. Maka dari itu, sedemikian besarnya Tuhan
sehingga manusia diberi kebebasan untuk menerima atau menolak petunjuk agama,
dan karena itulah Tuhan menuntut ketulusan beribadah dan beragama dan tidak
membenarkan paksaan dalam bentuk apapun, baik yang nyata maupun yang
terselubung. Sesuai dengan Q.S Al-Baqarah Ayat 256
Artinya : Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada
buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui. Q.S Al-Baqarah Ayat 256
2)
Tidak
memusuhi orang-orang non muslim
Artinya :
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir karena dari
negerimu sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”(QS. Al
Mumtahanah : 8)
Islam
adalah agama yang mampu menyatukan rakyat, menimbulkan rasa kasih sayang, dan
semua hal tersebut dapat menciptakan tali persaudaraan diantara pemeluknya.
Atas dasar itulah maka semua jenis manusia, semua warna kulit, semua bahasa dan
semua agama berhak untuk mendapat perlindungan. Mereka semua merasakan di dalam
satu keluarga yang mempertemukan dalam satu ikatan, ialah ikatan kemanusiaan,
yang tidak mengenal perbedaan warna kulit dan dari mana berasal, karena kita semua
adalah makhluk Tuhan dan berasal dari sumber yang sama. Jadi sesama umat Tuhan
tidak boleh saling memusuhi antara umat
yang satu dengan yang lain karena hal tersebut tak diajarkan dalam agama
apapun.
3)
Hidup
rukun dan damai dengan sesama manusia
Hidup
rukun dan damai dengan sesama manusia baik yang beragama Islam maupun non Islam seperti yang diajarkan
Rasulullah SAW akan membawa umat manusia pada kehidupan yang damai. Seperti
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, mengenai bersikap lembut kepada
sesama manusia baik yang beragama Kristen maupun beragama Yahudi.
4)
Saling
menolong dengan sesama manusia
Dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat, kita harus berbuat baik kepada sesama
manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang hakekatnya saling
membutuhkan satu sama lain, maka dari itu manusia juga perlu saling menolong
dengan sesamanya. Saling menolong yang dimaksud yaitu tolong–menolong dalam hal
kebaikan. Sesama makhluk Tuhan tidak diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada
manusia lainnya. Tetapi selain itu juga dilarang untuk tolong -menolong dalam
perbuatan yang tidak baik yaitu perbuatan keji dan munkar. Seperti difirmankan dalam
QS. Al Maidah ayat 2
:
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan)
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id
(hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan
Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu
berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas
(kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya (Q.S.
Al-Maidah ayat 2).
Dari ayat
tersebut jelaslah bahwa di dalam Al Quran Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman agar
saling menolong dalam melakukan berbagai kebajikan. Dan itulah yang dimaksud
dengan kata al-birr (kebajikan). Dan tolong menolonglah kalian dalam
meninggalkan berbagai kemungkaran. Dan inilah yang dimaksud dengan takwa (dalam
arti sempit, yakni menjaga untuk tidak melakukan kemungkaran). Dijelaskan pula
bahwa manusia laki-laki maupun perempuan diciptakan untuk saling tolong
menolong, tanpa membedakan jenis kelamin, agama maupun suku dan budaya. Dan
tentunya tolong menolong yang diperintahkan adalah tolong menolong dalam hal kebaikan
dan takwa.
Siti Rizki
Utami (2018:41-43) menyatakan bahwa dalam Islam ada beberapa macam toleransi
yaitu :
1)
Toleransi
dalam hal aqidah atau keyakinan
Keyakinan
atau aqidah adalah hal pokok dalam agama Islam. Karenanya seseorang bisa
dinyatakan sebagai seorang yang kafir atau seorang muslim. Bagi seorang muslim
aqidah harus dibangun atas dasar yang diterima dari sumber yang benar dari
suatu keyakinan akan kebenaran yang mutlak. Hal yang demikian itu dimaksudkan
agar dalam keadaan bagaiamanapun seseorang muslim tidak kehilangan identitas
agamanya. Karena mempertahankan aqidah adalah wajib hukumnya bagi seorang
muslim.
Salah
satu bentuk toleransi dalam Islam adalah kebebasan berkeyakinan. Islam mengakui
esksistensi agama lain dan memberi kebebasan kepada setiap individu untuk
memeluknya. Karena toleransi dalam kehidupan beragama dapat terwujud ketika ada
kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai kepercayaannya dan tidak
memaksa orang lain untuk mengikuti agamanya.
Kunci
dari toleransi bukanlah menghilangkan atau relativitasi ketidaksepakatan, tapi
kemauan untuk menerima ketidaksepakatan dengan sikap yang saling menghormati
dan meghargai. Dengan adanya kebebasan seseorang dapat memilih keyakinan secara
sadar dan tanpa paksaan. Jadi karena kebebasan berkeyakinanlah seseorang muslim
dituntut untuk bisa menghormati agama lain tanpa mengorbankan keyakinan.
Prinsip
kebebasan beragama bukan berarti pembenaran terhadap agama lain. Kebebasan
tersebut merupakan hak setiap orang dan fitrah manusia dari Tuhan, karena
kebiasaan sifat manusia adalah menuhankan sesuatu. Oleh sebab itu dalam agama
Islam tidak dibenarkan adanya tindakan pemaksaan untuk mengikuti sebuah
keyakinan (iman) mengingat pembentukan keyakinan harus dilakukan seseorang
secara sadar dengan kerelaan hati dan penuh tanggung jawab.
Bahkan
selain memberi kebebasan beragama Islam juga memberi kebebasan bagi seseorang
untuk tidak beragama sama sekali atau atheis. Namun perlu diketahui bahwa
setiap pilihan yang diambil tersebut tentu ada konsekuensinya. Jadi, prinsip
kebebasan beragama dalam Islam merupakan fitrah dan hak setiap manusia dari
Tuhan untuk dipertangung jawabkan oleh
pribadi masing-masing.
2)
Toleransi
dalam Ibadah (ritual keagamaan)
Ritual
yang dilakukan oleh pemeluk dari setiap agama tentu saja bentuk dan caranya
berbeda. Selain dari tata cara yang beragam, tempat dan waktu untuk melakukan
suatu kegiatan peribadatan pun berbeda. Meskipun terkadang ada beberapa
persamaan, namun sesungguhnya memiliki esensi yang tidak sama karena semuanya
berangkat dari ajaran dan keyakinan yang berbeda. Dengan demikian sebagai uamat
beragama harus memahami bahwa masing-masing agama mempunyai ajaran yang berbeda
dalam tata cara peribadatan. Semua itu merupakan ciri khas dan kepribadian dari
masing-masing umat beragama itu sendiri.
Oleh karena itu tidak diperbolehkan mencampur adukkan antar ajaran agama yang
berbeda. Dalam hal ini masing-masing agama harus mempunyai sikap setuju dalam
perbedaan.
Kebebasan
masyarakat untuk melakukan hal ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan adalah
hal yang sejalan dengan toleransi dalam Islam. Al Qur’an sebagai kitab suci
agama Islam tidak hanya memberi kebebasan tersebut bahkan juga memberi penghormatan
yang wajar terhadap kegiatan ritual agama yang lain.
3)
Toleransi
dalam hubungan sosial
Sebagai
makhluk sosial tentunya manusia tidak pernah bisa hidup sendiri. Kehidupan
sosial tidak akan dapat dipisahkan dari agama Islam meskipun dalam hal ini umat
Islam bisa bersikap lebih menerima kepada umat yang beragama lain dengan
berpegang teguh pada ketentuan yang ada. Pergaulan dan interaksinya dalam hubungan
sosial dengan umat yang beragama lain tidak dilarang asalkan tidak melanggar
ketentuan tersebut.
Islam
memberi perintah pada umat nya untuk berbuat baik, menyebarkan kasih sayang,
saling membantu dan berbuat adil. Semua hal tersebut tidak dilaksanakan atau ditunjukkan
kepada umat muslim saja bahkan kepada non muslim juga. Karena toleransi antar
umat beragama dalam mualamah duniawi memang dianjurkan supaya tolong menolong,
hidup dalam kerukunan tanpa memandang perbedaan suku ,agama, bahasa dan ras.
Beberapa
literatur maupun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai toleransi,
sebagai contoh yaitu penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun
2010 menyatakan pendapat bahwa terdapat dua jenis intoleransi, yaitu
intoleransi aktif dan intoleransi pasif. Intoleransi aktif ialah suatu kondisi
dimana seseorang tidak bisa menerima perbedaan dan melakukan tindakan kekerasan
untuk menunjukan ekspresi ketidaksukaan terhadap perbedaan. Sedangkan
intoleransi pasif ialah kondisi dimana seseorang tidak bisa menerima perbedaan
karena adanya konsekuensi sosial dan memiliki gagasan yang menganggap bahwa
kelompok lain salah, namun tidak terwujud dalam bentuk tindakan.
Pancasila
menjadi landasan dalam penanaman atau pelaksanaan nilai toleransi di Indonesia.
Hal ini tidak dapat terlepas dari 5 pilar pancasila yang menjadi dasar negara
Republik Indonesia. Temasuk menyiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang
dapat menjunjung tinggi nilai toleransi. Yaitu warga negara yang mempunyai
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat termasuk di dalamnya nilai-nilai toleransi untuk dapat ikut serta
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Perwujutan kerukunan dan toleransi beragama
dapat direalisasikan dengan cara sebagai berikut ; Pertama, setiap penganut
agama mengakui keberadaan agama yang lain dan menghormati segala hak asasi
pengikutnya. Kedua, dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan umat
beragama menekankan sikap saling mengerti, menghormati, dan menghargai.
Sehingga kerukunan dan toleransi ditumbuhkan oleh kesadaran yang bebas dari
segala macam bentuk tekanan atau terhindar dari sifat munafik (Sarjuni, dan
Didiek, 2016).
- Arti
Penting Toleransi Beragama
Penduduk di Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan penduduk yang memiliki agama. Karenanya,
kehidupan seseorang, masyarakat, serta negara didasari pada ajaran agama serta
kepercayaan. Bahkan secara politispun kehidupan bernegara juga berdasar pada
nilai-nilai dengan bersumber dari ajaran agama. Salah satunya ayat yang menjadi
dalil atau landasan dalam bersikap tasamuh atau toleransi yaitu terdapat dalam QS.
Al Hujurat ayat 13
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al
Hujurat: 13)
Ayat tersebut
menganjurkan adanya suatu interaksi antar sesama manusia tanpa melihat
perbedaan jenis kelamin, bangsa atau negara, dan suku diantara mereka, bahkan
ayat ini memaksa kita agar segera menciptakan suatu masyarakat dunia yang
terintegrasi agar tercipta kehidupan yang damai tanpa mempermasalahkan
perbedaan (Sri Mawarti, 2017:78)
Menurut Sarjuni, dan Didiek (2016) dalam
toleransi beragama terdapat tiga poin pokok dalam bertoleransi beragama,
pertama tentang aqidah, kedua tentang ibadah dan yang ketiga tentang muamalah.
1) Didalam
agama Islam tidak ada toleransi dalam hal aqidah
Jika dalam aspek sosial kemasyarakatan
semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, umat Islam boleh saling tolong
menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang non Islam,
tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak diperbolehkan adanya toleransi
antara umat Islam dengan orang-orang non Islam
Rasulullah SAW tatkala diajak bertoleransi
dalam masalah aqidah oleh orang-orang kafir, yaitu supaya pihak kaum Muslimin
mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir juga
mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah SAW diperintahkan oleh
Allah SWT untuk menolak tawaran tersebut karena orang-orang kafir sengaja
melakukannya sebab mereka ingin menghancurkan prinsip dasar Aqidah Islamiyah .
Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman dalam QS.Al Kafirun ayat 1-6.
2) Toleransi
dalam Ibadah
Ibadah adalah kebutuhan non-fisik paling
utama bagi setiap umat beragama. Bahkan, menurut pandangan para sufi, ibadah
sudah seperti makanan dan minuman bagi tubuhnya. Batin juga membutuhkan asupan,
yaitu ibadah. Tanpa ibadah, seorang sufi akan “mati” meskipun ia masih
bernyawa. Oleh karena itu, adanya pembatasan dan pelarangan terhadap aktifitas
ibadah atau akses pada rumah ibadah merupakan salah satu kejahatan paling
mendasar terhadap hak manusia, dalam hal ini umat beragama.
3) Toleransi
dan mu’amalah dengan antar umat beragama
Mu’amalah adalah aturan atau ketentuan hukum
Allah untuk mengatur manusia kaitannya
dengan urusan duniawi didalam pergaulan sosial. Dalam kaitannya dengan
toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat diartikan sebagai
sebuah sikap untuk bisa hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan
memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan atau ibadah
masing-masing, tanpa ada paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak
beribadah, dari satu pihak ke pihak lain.
Hal itu dalam tingkat praktek-praktek
sosial bisa dimulai dari sikap yang baik dalam hidup bertetangga, karena
toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan
dalam praktek sosial, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, bukan hanya
sekedar pada tataran logika dan wacana. Sikap toleransi antar umat beragama
bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan
kita atau tidak seiman. Sikap toleransi itu dicerminkan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong.
Toleransi dalam beragama juga dapat
dipahami melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang ditandatangani oleh
Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung pada tanggal 9 juni 2008.
Adapun poin-poin yang terdapat didalam
SKB 3 menteri:
1) Memberi
peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu
agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok
ajaran agama itu.
2) Memberi
peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan atau anggota
pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam,
untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari
pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi
dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
3) Penganut,
anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak
mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU
dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
4) Memberi
peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan
memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan
bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum
terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI).
5) Warga
masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud
pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
6) Memerintahkan
kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah
pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama
ini.
7) Keputusan
Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Menurut Yulia Gunardi (2017) ada dua
alasan yang melatar belakangi dikeluarkanya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
menteri, terhadap jamaat Ahmadiyah yaitu:
1) Ahmadiyah
sudah mengganggu ketertiban umam dan meresahkan umat Islam, padahal kerukunan
hidup umat beragama merupakan syarat mutlak bagi persatuan dan kesatuan bangsa
serta pemantapan stabilitas nasional dan keamanan nasional. Demi menjaga
stabilitas nasional dan demi tegaknya kerukunan umat beragama , maka pemerintah
perlu mengeluarkan SKB 3 menteri ini guna menciptakan kerukunan, tenggang rasa,
dan saling menghormati antar umat beragama sesuai jiwa Pancasila.
2) Dalam
rangka usaha memantapkan kerukunan hidup beragam pemerintah berkewajiban untuk
melindungi setiap agama yang diakui. Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 29 UUD
1945 maka Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masung dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu tanpa diganggu oleh orang atau
kelompok agama lain.
Terjadinya konflik sosial yang
berlindung di bawah bendera agama atau mengatas namakan kepentingan agama bukanlah
merupakan keputusan dari doktrin agama, kerena setiap agama mengajarkan kepada
umatnya tentang sikap toleransi dan menghormati sesama. Sehingga kita sebagai
umat beragama diharapka bisa membangun sebuah tradisi wacana keagamaan yang
menghargai keberadaan agama lain, dan bisa menghadirkan wacana agama yang
toleransi serta transformatif (Nurkholis Majid, 2016).
Seperti halnya yang ditegaskan dalam QS.
Al Kafirun ayat 1-6 yang artinya :
“Katakalah:
Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
QS. Al-Kafirun tersebut menunjukan bahwa
Allah SWT, telah menunjukan kepada umatnya agar selalu dapat bertoleransi dalam
masalah agama. Toleransi disini adalah dengan menganut agama masing-masing.
Toleransi berarti menjadi terbuka dan
menerima keindahan berbedaan, sedangkan bibit toleransi adalah cinta yang
dialiri oleh kasih sayang dan perhatian. Toleransi adalah menghargai
individualitas dan perbedaan sambil menghilangkan topeng-topeng pemecah belah
dan mengatasi ketegangan akibat kekacauan (Diana Tillman, 2014).
- Tujuan
Pendidikan dalam Pendidikan Toleransi Beragama
Nilai-nilai yang melekat pada diri setiap insan manusia mencerminkan kualitas
dari orang tersebut, hal ini dikarenakan keyakinan yang menjadi dasar pemikiran
seorang individu disebut dengan nilai. Terdapat nilai-nilai dalam pendidikan
toleransi yang perlu untuk dikembangkan dalam dunia pendidikan dengan tujuan
sebagai berikut :
1) Belajar dalam Perbedaan
Sikap toleransi
dalam diri individu tidak akan muncul begitu saja, tapi terbentuk melalui
proses yang tidak singkat. Belajar dalam perbedaan diartikan menyadari
bahwasannya masing – masing individu mempunyai
latar belakang yang berbeda, baik ditinjau dari segi bahasa, etnis atau suku,
agama, daerah, budaya serta hal yang lain. Karenanya untuk dapat hidup bersama diantara
pebedaan ataupun antar agama siswa harus menyadari bahwa seseorang memiliki
latar belakang yang berbeda.
Pendidikan
merupakan penopang proses dan produk pendidikan nasional yang seharusnya mampu
mengajarkan praktik toleransi ini. Ketika pelaksanaan proses pendidikan
meliputi proses praktik pengembalian bersikap toleransi, empati ataupun
simpati, yang mana semua itu merupakan syarat utama bagi keberhasilan toleransi
pada agama yang beragam.
2)
Membangun
Saling Percaya
Modal sosial
yang paling penting dalam penguatan masyarakat adalah adanya rasa saling
percaya, karena tanpa adanya rasa percaya tentunya akan sering terjadi
prasangka buruk dalam hidup bermasyarakat. Di dalam hidup bermasyarakat, jika
kita berharap orang lain berlaku tanggungjawab, jujur, menghargai, dan lainnya,
maka diperlukan rasa saling percaya satu sama lain. Rasa saling mempercayai
dibutuhkan agar kita tidak mudah curiga, bisa menghargai pendapat orang lain, dan
bebas dari prasangka buruk. Karena prasangka buruk, atau selalu merasa harus
hati-hati terhadap pemeluk agama lain ini akan menimbulkan kecurigaan, yang
bisa saja mengarah pada ketegangan sosial serta konflik antar agama yang
berdampak pada kekerasan antar anggota masyarakat. Maka dari itu perlu adanya
rasa saling percaya dalam hidup bermasyarakat dengan menanamkan dan
melaksanakan nilai toleransi beragama.
3)
Memelihara
Rasa Saling Pengertian
Suatu kesadaran
bahwa nila-nilai mereka dengan kita berbeda merupakan rasa saling mengerti dan
memahami. Mengerti atau memahami bukan berarti serta merta menyetujui. Dengan adanya
rasa saling pengertian memungkinkan kita untuk bersama-sama memberikan peran
serta dan sembangsih kepada hubungan yang dinamis dalam hidup. Pendidikan Agama
punya kewajiban dalam memahamkan siswa supaya bisa saling memahami diantara
masyarakat beragama dan berbudaya yang multikultural, sebagai bentuk dari
kepedulian bersama. Adanya sikap saling menghormati pada kegiatan-kegiatan
keagamaan antara satu sama lain, seperti pesantren kilat, Idul Qurban, kegiatan
Ramadhan, dan kegiatan keagamaan masing-masing agama.
4)
Menjunjung
Tinggi Sikap Saling Menghargai
Nilai yang
dikandung secara umum oleh semua agama di dunia tanpa ada pengecualian yaitu
menghargai dan menghormati. Menjunjung tinggi sikap saling menghargai
menjadikan individu atau manusia pada posisi yang sama, tidak ada yang
disuperioritaskan ataupun inferioritas. Pendidikan Agama Islam menumbuh
kembangkan usaha sadar bahwa sebuah ketentraman ini membutuhkan saling
menghargai terhadap penganut agama yang berbeda, sebab dengan itu kita
bisa siap untuk hidup berdampingan dan siap
menjadi pendengar dengan prespektif yang berbeda diagama lain. (Zakiyuddin
Baidhawi, 2017:78-83).
Toleransi
merupakan suatu sikap serta tidakan saling menghargai perbedaan (agama, suku
atau etnis, sikap, budaya, bahasa, pendapat) orang lain yang memiliki perbedaan
dengan diri sendiri. Pendidikan Agama Islam didesain dalam proses dengan sistem
semacam ini, dengan harapan akan bisa menciptakan proses pembelajaran
dikalangan siswa yang mampu menumbuh kembangkan kesadaran dalam perbedaan. Jika
sistem seperti ini bisa dilaksanakan dengan baik, dalam kehidupan yang penuh
toleransi, damai, serta tanpa konflik, harapan tersebut akan cepat terwujud.
Sebab pendidikan adalah media dengan perencanaan yang sangat sistematis, luas
dalam penyebarannya, serta dapat dinilai amat efektif dalam rangka
pelaksanaannya.
Dalam keanekaragaman
suku bangsa, budaya, etnis dan agama, rakyat Indonesia terbukti mampu bersatu
menjadi suatu bangsa dan negara yang utuh hingga kini. Maka, agar keutuhan dan
persatuan bangsa ini senantiasa terjaga,
toleransi merupakan sikap yang paling dituntut dari setiap warga Indonesia.
Menurut pendapat dari Franz-Magnis Suseno toleransi diartikan sebagai sikap
menerima dengan sepenuh hati akan keberadaan setiap warga Indonesia dengan
seluruh perbedaan latar belakang agama, suku bangsa dan budaya yang
dimilikinya. Dalam artian tersebut, keharmonisan dalam hidup yang beragam hanya
mungkin terwujud jika sikap toleransi diterapkan secara konsisten. Bahkan lebih
dari itu, toleransi merupakan suatu kebiasaan; sebagai bagian dari kebudayaan
bangsa Indonesia yang menerima keberagaman dengan penuh ketulusan. Toleransi
merupakan gaya hidup yang menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia (Suseno :
2013).
Sekali lagi,
dalam keberagaman hidup, toleransi menjadi suatu persyaratan yang wajib
dipenuhi demi untuk memelihara dan melindungi keberagaman dan persatuan. Dengan kata lain,
persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini hanya akan terjaga jika keberagaman
identitas dasar setiap warga Indonesia sepenuhnya diakui dan diberi ruang untuk
mengembangkan diri.Kondisi itu sepenuhnya bergantung kepada kesadaran setiap
warga Indonesia untuk terus bersikap toleran. Artinya, semangat menerima perbedaan
dalam sikap toleransi adalah sebuah modal dasar bagi setiap individu yang
dengan segenap keunikan identitasnya mampu hidup dengan baik dan merealisasikan
dirinya.
Akan tetapi,
pokok pengertian toleransi pada tingkatan penerimaan oleh salah satu pihak,
jika dicermati lebih teliti, tidaklah mencukupi. Terciptanya harmoni karena
salah satu pihak menerima keberadaan yang lain, harus pula diimbangi dengan
sikap menghargai penerimaan yang diperoleh dari pihak lainnya. Masing-masing
pihak perlu saling menerima keberagaman dan di situlah letak kekuatan toleransi
yang sebenarnya supaya bisa membuahkan kehidupan bersama yang selaras. Hal itu
pula yang menjelaskan mengapa toleransi menjadi sikap mendasar yang harus
selalu ada dalam hidup keberagaman. Akan tetapi, dalam arus yang sebaliknya,
toleransi tidak akan bermakna apapun dan kehilangan daya relevansinya jika yang
dituntut adalah keseragaman dan kesamaan identitas.
Toleransi,
tidak cukup diidentifikasi sebagai sebuah sikap, melainkan suatu kesadaran:
suatu cara berpikir yang kekhasannya terletak pada kemauan untuk saling
menerima dan menghormati perbedaan. Toleransi sangat memerlukan sarana edukasi
agar terus terbina sebagai kepribadian khas bangsa Indonesia yang secara konsisten
harus ditanamkan kepada setiap generasi penerus bangsa untuk menjamin persatuan
bangsa dan Negara Indonesia . Hal penting yang sama sekali tidak bisa
diabaikan.
Sikap toleran
dalam penerapannya tidak hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap
aspek yang luas, termasuk aspek ideologi, sosial dan politik yang berbeda.
Toleransi itu sesungguhnya banyak penafsiran, banyak pemahaman oleh karena itu
berbagai persepsi juga mengenai bagaimana bentuk dari toleransi beragama yang
dilakukan. Said Agil Husein Al Munawar (2014:14) menjelaskan dalam bukunya bahwa
ada dua macam toleransi yaitu toleransi statis dan toleransi dinamis. Toleransi
statis ialah toleransi dingin yang tidak melahirkan kerjasama dan hanya
bersifat teoritis. Jadi dalam hal ini toleransi hanya sekedar menjadi anggapan masyarakat yang tahu secara idealis
namun tidak pada penerapanya. Toleransi dinamis ialah toleransi yang aktif
melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat
beragama bukan hanya dalam bentuk teori saja, tetapi juga sebagai cerminan dari
kebersamaan umat beragama sebagai satu bangsa. Toleransi dibagi menjadi dua
macam yaitu:
1)
Toleransi
terhadap sesama muslim
Agama Islam adalah
agama yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin. Oleh karena itu di dalamnya
selalu mengajarkan tentang tenggang rasa, memberi kebebasan berpikir,
berpendapat dan saling cinta kasih diantara sesama manusia dan sesama muslim
pada khususnya.
2)
Toleransi
terhadap non muslim
Bagi agama
Islam dalam kaitannya dengan pemeluk agama lain, terciptanya rasa saling
menghormati, saling menghargai, dan rasa kasih sayang, serta rasa damai, rukun,
tidak terpecah belah, sehingga terwujudnya keharmonisan dalam bermasyarakat
merupakan sesuatu yang harus diupayakan secara maksimal antara umat muslim
dengan non muslim.
Seperti sudah
dijelaskan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, antara sesama
muslim dan terhadap non muslim. maka dari itu sudah jelaslah dalam kehidupan
beragama harus memperlakukan semua pemeluk agama dengan baik.
Toleransi dan
kerukunan hidup yang tercipta di dalam hidup manusia merupakan faktor yang
sangat penting dan srategis, karena tanpa adanya toleransi dan kerukunan hidup maka
hubungan antar manusia akan menjadi rawan dan mudah terganggu, dan gangguan ini
akan mengakibatkan terjadinya ketidak teraturan dan kedaiaman hidup.
- Peran Guru PAI dalam Pendidikan Toleransi Beragama
Peran Guru mempunyai dampak terhadap peran
dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Guru mempunyai satu kesatuan peran
dan fungsi yang tidak dapat terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing,
mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut adalah
kemampuan interaktif, antara yang satu dengan yang lain tidak terpisahkan.
Seorang yang dapat mendidik, tetapi tidak memiliki kemampuan membimbing,
mengajar, dan melatih, ia tidaklah dapat disebut guru yang paripurna.
Selanjutnya, seorang yang memiliki kemampuan mengajar, tetapi tidak memiliki
kemampuan mendidik, membimbing, dan melatih, juga tidak dapat disebut sebagai
guru sebenarnya. Guru memiliki kemampuan
keempat empatnya secara paripurna. Keempat kemampuan
tersebut secara terminologis akademis dapat dibedakan antara satu dengan yang
lain. Namun, dalam kenyataan praktek dilapangan keempatnya harusnya menjadi satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan
(Suparlan, 2008).
Dalam Literatur Pendidikan Islam,
seorang guru atau pendididk bisa disebut sebagai ustadz, mu’alim, murabbiy,
mursyid, muddaris, dan mu’addib. Ustadz
bisa digunakan untuk memanggil Seorang Profesor. Ini mengandung makna bahwa
guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya.
Seseorang dikatakan profesional, apabila pada dirinya melekat sikap dedikasi yang
tinggi pada tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja,
serta sikap selalu berusaha memperbaiki dan memperbarui model-model-model atau
cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya (Muhaimin, 2012).
Seorang guru harus mampu untuk mengajarkan
dugaan ilmu pengetahuan dan hikmah atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan
hal yang mendatangkan manfaat bagi peserta didiknya. Seorang guru berperan
untuk mencerdaskan anak didiknya, menghilangkan ketidak tahuan dan memberantas
kebodohan mereka, serta melatih melatik kemampuan mereka sesuai dengan bakat
peserta didik dan minat peserta didik. Mampu menyiapkan peserta didik agar
dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan
diri dan masyarakat. Serta mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung
jawab dalam membangun peradaban yang diridhai Allah.
Seorang guru harus berperan baik dan
juga harus menjadi teladan serta panutan baik bagi siswanya, dalam hubungan ini
pendidik harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Dalam
melaksanakan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam sebagai basis
pendidikan moral harus dilakukan oleh guru yang meyakini, mengamalkam, dan
menguasai materi moral, sekaligus mampu mengembangkan pola pengajaran
mengefektifkannya. Dengan demikian, pendidik merupakan figur yang memiliki
peran dalam membentuk budi pekerti manusia kearah pendewasaan dan peradaban.
Guru tidak berperan dalam satu aspek saja, tetapi dalam segala aspek kehidupan
guna membentuk sumber daya manusia yang handal (Minarti, 2013).
Peran guru sangatlah penting, karena
seorang guru harus memberikan sikap yang baik agar bisa dicontoh dan ditiru
oleh peserta didiknya, terutama guru PAI yang mana harus memiliki adab dan
etika yang sangat baik agar bisa ditiru siswanya. Tidak hanya ketika mengajar didalam
kelas, tetapi juga kegiatan diluar kelas dimana seorang guru harus memberikan
sikap baik agar siswa meniru dan bisa menjadi contoh yang baik yang mampu
membawa siswa memahami serta menjalankan nilai-nilai agama yang dipelajarinya.
Harus melayani siswa dengan baik, selain itu memiliki kewajiban untuk pembinaan
toleransi di sekolah maupun masyarakat ketika bersosialisasi.
Saat ini peran guru masih sangat
penting, walaupun ditengah arus kemajuan ilmu dan teknologi yang kian pesat
seperti laju informasi yang bisa langsung diterima, bukan dari guru melainkan
dari alat-alat canggih seperti Internet, dalam hal ini guru dituntut dapat
memerankan perannya sesuai dengan kebutuhan ataupun tuntutan masyarakat. Dalam
pelaksanaan tugasnya, seorang guru mempunyai tanggung jawab yang utama.
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang
cukup berat. Berhasilnya pendidikan
pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan
tugasnya. Maka dari itu gurulah yang memiliki peran yang penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa
(Hawi, 2010).
Dari pengertian diatas peran guru, dalam
mendidik dan mengarahkan pemahaman siswa dalam meningkatkan pembelajaran
dengan:
1)
Peran Guru Sebagai
Motivator
Sebagai motivator guru hendaknya dapat
mendorong siswa agar bergairah dalam belajar. Dalam upaya memberikan motivasi
guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi siswa malas belajar
dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai
motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara anak
didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat evektif bila dilakukan
dengan memperrhatikan kebutuhan siswa. Penganekaragaman cara belajar memberikan
penguatan belajar dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada siswa
untuk lebih bergairah dalam belajar. Peran guru sebagai motivator sangat
penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan pendidik
yang membutuhkan
kemahiran sosial, menyangkut performa dalam personalisasi dan sosialisasi diri (Djamarah, 2010).
2)
Peran guru PAI sebagai
pembimbing siswa di Sekolah
Sebagai pembimbing seorang guru harus
memiliki kemampuan untuk dapat membimbing siswa, memberikan dorongan psikologis
agar siswa dapat menempilkan faktor-faktor internal dan faktor eksternal yang
akan mengganggu dalam proses pembelajaran, di dalam maupun di luar sekolah,
serta memberikan arah dan pembinaan karir siswa sesuai dengan bakat dan
kemampuan siswa.
3)
Peran Guru PAI sebagai
Evaluator
Peran seorang guru dalam mengevaluasi atau menilai
peserta didik sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik,
penilaian bisa dilakukan di dalam maupun diluar kelas, dalam proses belajar
didalam kelas maupun diluar kelas. Penilaian pembelajaran didalam kelas
meliputi tiga aspek yaitu kongnitif, afektif, dan pesikimotor (Kunandar, 2007).
- Kerangka
Berpikir
Toleransi merupakan sikap menghargai dan
menghormati sebuah keyakinan agama lain selain agama Islam. Toleransi beragama
mempunyai sikap lapang dada seseorang yang mencakup masalah keyakinan pada diri
manusia yang berhubungan dengan akidah atau berhubungan dengan ketuhanan yang
diyakininya. Hakikat toleransi pada dasarnya adalah sebuah usaha kebaikan yang
mengkhususkan pada kemajemukan agama yang memiliki tujuan yang luhur demi
tercapainya sebuah kerukukunan baik sesama agama maupun agama lain.
Terkait dengan persoalan sikap toleransi
antar umat beragama, sesungguhnya yang telah mengajarkan cara saling menghargai
perbedaan-perbedaan terhadap umat beragama. Adapun landasan teologis dari
toleransi telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an yang terdapat dalam
surat Al Kafirun ayat 6 dan surat Al Baqarah ayat 256 yang menegaskan tentang
prinsip kebebasan dan toleransi beragama, kemudian surat Al Hujurat ayat 13.
Dalam konteks sikap toleransi antar umat beragama islam memiliki sikap yang
sangat jelas yaitu “Tidak ada paksaan dalam beragama”, kemudian “bagi kalian
agama kalian, dan bagi kami agama kami”, hal tersebut di jelaskan dalam Al
Qur’an yang merupakan contoh dari toleransi dalam agama Islam. Memiliki rasa
saling toleransi antar umat beragama adalah sesuatu hal yang sangat diperlukan
dalam kehidupan kita. Karena toleransi beragama memiliki tujuan dan fungsi yang
kuat untuk kemaslahatan yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Untuk memberikan pemahaman tentang
nilai-nilai toleransi, ulama setempat memiliki peran yang sangat penting dalam
menanamkan prinsip-prinsip toleransi beragama kepada masyarakat. Hal ini
dikarenakan ulam memiliki kewibawaan yang mampu mengendalikan perilaku umat
beragama. Para tokoh agama sangat berpengaruh dalam membentuk sikap toleransi
antar umat beragama, karena dengan memberikan pemahaman dan pengajaran yang
baik akan mewujudkan sikap toleransi antar umat beragama. Setiap ulama harus
bersikap moderat dan tidak diskriminatif dengan cara membangun kebersamaan atau
keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan yang ada, dan menyadari pula bahwa
kita adalah bersaudara. Maka, dengan menerapkan sikap toleransi tersebut
bertujuan untuk mewujudkan sebuah persatuan antar sesama tanpa mempersalahkan
latar belakang agamanya.
Post a Comment for "PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN TOLERANSI BERAGAM"